Usman Hamid Sebut Amnesty Desak Pembentukan Tim Independen Investigasi Kekerasan di Papua
pada tanggal
05 Maret 2022
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengutuk keras semua serangan terhadap warga sipil di Papua, termasuk penembakan terhadap delapan pekerja jaringan telekomunikasi di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, pada 2 Maret 2022. Penembakan itu diklaim dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
"Pembunuhan secara sengaja terhadap siapa pun tidak pernah dapat dibenarkan dan jelas merupakan bentuk penghinaan terhadap prinsip-prinsip fundamental hak asasi manusia, baik jika dilakukan oleh kelompok bersenjata maupun oleh aparat keamanan," ujar Usman Hamid lewat keterangan tertulis, Jumat, 4 Maret 2022.
Usman menyebut, kekerasan sudah terlalu sering terjadi di Papua. Sebelumnya, pada 20 Februari, Amnesty menerima laporan bahwa seorang anak kelas IV SD, berinisial MT, di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua meninggal setelah mengalami penganiayaan yang diduga dilakukan aparat keamanan di Sinak. MT sebelumnya diduga ditangkap bersama enam anak lainnya karena dituduh mencuri senjata milik anggota TNI di Sinak. Ketujuh anak-anak yang ditangkap ini semuanya masih duduk di bangku sekolah dasar.
Pada 1 Maret, ahli HAM PBB mengeluarkan rilis yang menyebutkan ada pelanggaran HAM yang serius di Papua, termasuk pembunuhan terhadap anak, penghilangan, penyiksaan, hingga pemindahan paksa terhadap orang asli Papua. "Namun sayangnya, respons dari pemerintah masih penuh penyangkalan terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh aktor negara," ujar Usman.
Untuk itu, Amnesty mendesak pemerintah segera membentuk tim independen untuk menginvestigasi insiden-insiden ini secara menyeluruh, transparan dan tidak berpihak. "Terduga pelaku, baik itu anggota OPM, aparat keamanan, atau siapapun, harus dibawa ke pengadilan umum dalam proses yang adil dan tidak berakhir dengan hukuman mati," tuturnya.
Amnesty juga mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pendekatan keamanan yang digunakan untuk merespons masalah di Papua.
"Jumlah korban yang terus bertambah menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak berhasil dan tidak bisa terus dipertahankan," ujar dia. (Dewi Nurita| Tempo)