Febrie Adriansyah Sebut Kejagung Masih Dalami Dugaan Gratifikasi Kasus Minyak Goreng
pada tanggal
23 April 2022
JAKARTA PUSAT, LELEMUKU.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mendalami dugaan adanya tindak pidana gratifikasi, suap, ataupun pencucian uang (TPPU) dalam kasus mafia minyak goreng yang melibatkan sejumlah perusahaan swasta dengan seorang pejabat Kementerian Perdagangan.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, pengungkapan deretan tindak pidana tersebut harus melibatkan banyak pihak. Seperti, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga tim pelacakan aset, sehingga membutuhkan waktu.
"Terkait pengembangan suap atau gratifikasi, siapa saja, nah ini dalam penelusuran, tidak hanya melibatkan penyidik tapi teman-teman lain di luar Kejaksaan juga kita libatkan," kata dia dikutip dari keterangannya, Sabtu, 23 Maret 2022.
Oleh sebab itu, Febrie memastikan kasus ini tidak hanya akan selesai menelusuri kasus mafia minyak goreng setelah menetapkan empat tersangka saja yang telah diumumkan. Namun, kasus ini masih terus dikembangkan, sembari tim penyidik fokus mendalami barang bukti untuk menguatkan dugaan motifnya.
"Langkah-langkah prioritas itu yang kita pentingkan. Apakah ini ada TPPU juga? Semua tidak tertutup kemungkinan akan kita kembangkan," ujar Febrie.
Untuk para tersangka yang telah ditetapkan penyidik, kata dia, sudah disangka melanggar pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Modus mereka pun ada yang melakukan manipulasi serta tidak profesional saat menjabat sebagai pejabat negara.
Febrie mencontohkan, untuk tersangka Indrasari Wisnu Wardhana yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
Menurut Febrie, Wisnu lebih cenderung tidak teliti atau cermat dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara menegakkan ketentuan DMO meski ada dugaan dimanipulasi oleh para tersangka dari pihak swasta. Akibatnya terjadinya kelangkaan minyak goreng di dalam negeri serta potensi kerugian negara akibat tindakannya itu tercipta.
"Dapat kita pastikan tidak melakukan pengecekan atau dari alat bukti lain sudah mengetahui bahwa kewajiban ini tidak terpenuhi jadi IWW ditetapkan sebagai tersangka karena memang pejabat yang paling punya kewenangan untuk meneliti pengajuan ekspor tersebut," ucapnya.
Namun demikian, Febrie mengatakan, tim penyidik juga masih mendalami bagaimana kerja sama antara empat tersangka ini dalam menjalankan aksi tindak pidananya, termasuk motif mereka melakukan tindak pidana tersebut.
"Apa motifnya dan ini yang saya sampaikan tadi ada bukti elektronik, kemudian ini sedang ditelusuri yang butuh waktu, saya pun tidak bisa menyampaikan sexara fulgar karena ini menjadi kepentingan penyidik dalam proses pengungkapannya," kata Febrie.
Adapun untuk tersangka dari pihak swasta, seperti Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabatai Indonesia Parulian Tumanggor, serta General manager bagian Generap Affairs PT Musim Mas Togas Sitanggang berperan sebagai penyambung komunikasi dengan Whisnu.
"Perannya apa? Ada yang melakukan hubungan yang melakukan percakapan, pengurusan, materi sudah ditemukan penyidik sehingga penyidik berani menentukan mereka yang kita mintai pertanggung jawaban," ucap Febrie.
Meski para tersangka itu menjabat sebagai komisaris, maupun sebatas manajer di perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kasus mafia minyak goreng ini, Febrie menyatakan, mereka memang diyakini oleh penyidik terlibat melakukan tindak pidana berdasarkan barang bukti yang telah diperoleh.
"Sekali lagi kita sampaikan bahwa dari alat bukti bahwa dipastikan yang berperan melakukan tindak pidana adalah mereka yang sudah kita tersangkakan. Kita tidak melihat dari sisi jabatan korporasi tapi pidana menyangkut apa yang dilakukan perbuatan dalam pidana itu secara utuh," ujarnya soal kasus minyak goreng ini. (Arrijal Rachman | Tempo)