Legasi Nadiem Makarim
pada tanggal
17 April 2022
Akan tercatat dalam sejarah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, sosok Nadiem Anwar Makarim. Ia sangat berbeda dengan Menteri Pendidikan sebelumnya. Plus saat pelantikan sebagai menteri, ia paling menarik perhatian publik.
Sebagai Dewan Pembina PGRI dan salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), saya mengapresiasi sosok Nadiem Makarim yang punya niat baik membenahi pendidikan di Tanah Air. Tampaknya ia sangat mengerti terkait dengan sengkarut dunia pendidikan.
Sudah puluhan tahun dunia pendidikan kita sangat sulit untuk move on menuju lebih baik. Standar Nasional Pendidikan dan tujuan nasional pendidikan kita tak mudah diraih, bahkan masih jauh dari ideal.
Satu momentum paling baik yang dilakukan Nadiem Makarim adalah hilangnya Ujian Nasional (UN). UN adalah sejarah kelam dunia pendidikan kita. UN diganti dengan Asesmen Nasional (AN), diharapkan jauh lebih baik.
UN menjadi AN adalah lompatan menjungkirbalikkan sengkarut pendidikan kita. UN telah melahirkan wabah ketidakjujuran pada mental anak didik. Bahkan UN masa lalu telah menjadi alat politik pencitraan entitas oknum kepala daerah.
Dulu, apabila semua anak didik di suatu daerah lulus 100 persen UN, kepala daerah dianggap berhasil. Kepala dinas pendidikan, kepala sekolah, guru, dan anak didik menjadi “korban” suksesi UN lulus 100 persen. Ini salah satu noktah dunia pendidikan kita.
Lahirnya spirit Merdeka Belajar era Nadiem Makarim seolah menjelaskan, niat memerdekanan anak didik, guru, dan kepala sekolah. Anak didik, guru, kepala sekolah, dan kedaulatan sekolah era Merdeka Belajar diberi tempat.
Pertama Merdeka Anak Didik, anak didik kini memiliki “ruang terbuka belajar” yang lebih berpihak pada kebebasan mengembangkan potensi dirinya. Anak didik jauh lebih dihargai dan disiapkan harus menjadi generasi terbaik kelak.
Anak didik di era Merdeka Belajar benar-benar diletakkan pada posisi terbaiknya. Ia menjadi pusat dari layanan pendidikan. Semua layanan pendidikan “berhamba” pada anak didik. Anak didik menjadi utama dan istimewa.
Nadiem Makarim memahami bahwa anak didik adalah jenis manusia paling berharga di muka bumi. Tidak ada makhluk manusia di negara mana pun yang lebih berharga, istimewa dan strategis bagi masa depan bangsa selain anak didik.
Anak didik adalah “telor emas” yang harus dijaga, dilayani dan dierami sampai menetas menjadi generasi emas kelak. Nadiem Makarim memahami di internal satuan pendidikan masih terjadi “tiga dosa besar”.
Tiga dosa besar ini adalah masalah yang merusak “telor emas”. Bisa jadi gegara tiga dosa besar ini anak didik kita gagal meraih sukses. Gegara berbiaknya intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan di satuan pendidikan anak jadi bermasalah.
Kedua Merdeka Guru, guru diberi peluang untuk lebih bebas mengekpresikan kemampuan dalam melayani sukses pembelajaran anak didik. Guru diberi “ruang terbuka mengajar” dengan khas dan gayanya.
Guru secara fleksibel bisa mengajar dan mendidik sesuai realitas dinamika anak didik. Asesmen diagnostik yang dilakukan guru pada anak didik memberi pelung pada setiap guru lebih mengenali setiap anak didiknya.
Tuntutan administrasi guru tidak utama. Hal yang utama adalah tuntutan proses pembelajaran guru pada anak didik. Guru tidak harus menuangkan semua materi pada anak didik, cukup materi esensial dan mana yang dianggap terbaik, terpenting oleh guru.
Program Guru Pengerak adalah di antara apresiasi dan penghormatan pada entitas guru dari Nadiem Makarim. Guru-guru yang punya energi, kebiasan berbeda, unik, multitalenta dan sedikit nakal kreatif diwadahi dalam Program Guru Penggerak.
Faktanya, Nadiem Makarim berharap “guru guru nakal” yang terhimpun dalam entitas Program Guru Penggerak, kelak menjadi kepala sekolah. Dari guru-guru penggerak yang multitalenta dan punya unikasi, diharapkan dunia pendidikan kita akan lebih baik.
Ketiga Kepala Sekolah Merdeka, kini kepala sekolah lebih bebas dalam berkreasi dan berinovasi. Terutama kepala sekolah yang tergabung dalam pelaksana Program Sekolah Penggerak. Kelak semua sekolah akan menjadi pelaksana Program Sekolah Penggerak.
Kini Bantuan Operasional Sekolah (BOS) langsung ke rekening sekolah, dulu tidak demikian. Kepala sekolah diberi otomomi lebih luas dari sebelumnya. Kepala sekolah adalah menyiapkan satuan pendidikan yang harus punya keleluasan manajerial di satuan pendidikan.
Nadiem Makarim memahami bahwa entitas kepala sekolah adalah aktor utama untuk menyelesaikan masalah pendidikan kita. Bila saja semua kepala sekolah kompeten dan merdeka maka 50 persen dunia pendidikan kita “termerdekakan”.
Hadirnya regulasi baru bahwa seorang kepala sekolah harus punya sertifikat Guru Penggerak menghindarkan pengangkatan kepala sekolah dari politisasi, setidaknya “jalan tengah”. Sengkarut pengangkatan kepala sekolah diduga publik masih berbau politis.
Sebelumnya kepala sekolah di daerah 3T (terdepan, tertingga;, dan terpencil) dan sekolah “normal’ diperlakukan sama. Nadiem Makarim “memerdekakan” perhitungan biaya BOS. Kini perhitungan BOS didasarkan pada Indeks Kemahalan Kontruksi (IKK) dan Indeks Besaran Peserta Didik (IPD).
Legacy Nadiem Makarim terkait Merdeka Belajar akan menjadi pondasi perbaikan dunia pendidikan kita. Ini sebuah legasi yang wajib kita dukung untuk terus bertransformasi lebih sempurna. Kepala sekolah adalah di antara “pewaris” melanjutkan legacy di atas.
Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd
Dewan Pembina PGRI dan Ketua DPP AKSI