Paus Fransiskus Beri Mandat Baru pada Komisi Penasihat Perlindungan Anak
Paus Fransiskus mengeluarkan mandat baru itu dalam pertemuan dengan Komisi Kepausan untuk Perlindungan Anak (Pontifical Commission for the Protection of Minors), yang dibentuknya pada tahun 2013 sebagai badan ad-hoc untuk memberi nasihat kepada gereja tentang praktik terbaik melindungi anak-anak di bawah umur dan mencegah terjadinya pelecehan seksual.
Terlepas dari keriuhan pasca pembentukan komisi itu, mandat terbatas yang dimiliki komisi itu membuat para penyintas frustrasi. Status komisi itu sebagai pihak luar menimbulkan perlawanan di dalam Vatikan, sementara salah satu rekomendasi terbesar yang disampaikan komisi itu yaitu membentuk pengadilan khusus di Vatikan untuk mengadili para uskup yang menutup-nutupi laporan pedofilia, tidak membuahkan hasil.
Paus Masukkan Komisi Penasihat sebagai Bagian Kantor Vatikan
Dalam reformasi birokrasi Vatikan yang dilakukannya baru-baru ini, Paus memberikan bobot yang lebih besar secara institusional dengan menjadikan komisi itu sebagai bagian dari Dicastery for the Doctrine of the Faith, kantor Vatikan yang memproses kasus-kasus pelecehan seksual oleh para pastur di seluruh belahan dunia.
Paus menyerukan komisi itu untuk melakukan audit tahunan atas apa yang dilakukan oleh hirarki institusi Katholik dan merekomendasikan hal-hal yang perlu diubah untuk melindungi anak-anak dan orang dewasa yang rentan secara lebih baik dari potensi pelecehan.
“Untuk pertama kalinya Paus menempatkan pentingnya perlindungan anak sebagai inti dari pemerintahan pusat Gereja,” ujar Kardinal Sean O'Malley, yang mengepalai komisi itu dan membantu menyusun reformasi yang digagas Paus Fransiskus.
O'Malley menambahkan komisi itu akan berupaya keras membantu anak-anak di bawah umur tanpa pendamping yang melarikan dari perang di Ukraina.
Banyak Penyintas Sempat Frustrasi
Pembentukan pusat pemulihan khusus bagi para korban, jika efektif, akan membantu menjawab keluhan lama dari para penyintas pelecehan yang sering melaporkan pengalaman negatif dengan hirarki gereja ketika mereka melaporkan pelaku pelecehan seksual. Seringkali mereka dibiarkan berada dalam kebingungan tentang kemajuan kasus yang telah dilaporkan dan tidak dibantu untuk pulih.
“Begitu banyak penyintas di seluruh dunia bertanya – sampai di mana kasus saya? Apa yang terjadi?” ujar Juan Carlos Cruz, salah seorang anggota komisi yang juga penyintas pelecehan dari Chili.
Paus Fransiskus pada tahun 2019 mengesahkan undang-undang gereja baru yang secara eksplisit mengatakan para penyintas memiliki hak untuk mengetahui hasil penyelidikan dari kasus mereka. Paus juga mencabut rahasia kepausan yang mencakup penyelidikan semacam itu untuk memfasilitasi transparansi dengan para korban, dengan mengatakan gereja masih menghadapi jalan panjang untuk membantu para korban secara memadai dan memulihkan trauma jangka panjang yang mereka alami. (VOA)