Terbentur Regulasi, Insentif Tahap Pertama Ratusan Nakes di Mimika Belum Dibayarkan
TIMIKA, LELEMUKU.COM - Ratusan tenaga kesehatan berstatus ASN di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika di 10 Puskesmas di wilayah Kabupaten Mimika, Selasa (17/5/2022) mendatangi gedung DPRD Mimika.
Mereka mendatangi kantor DPRD Mimika untuk mempertanyakan terkait Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) tahap pertama (Januari hingga Maret) yang hingga bulan Mei belum dibayarkan. Bahkan berdasarkan regulasi yang baru tunjangan tersebut dikurangi berdasarkan jenjang pendidikan dan penempatan wilayah kerja.
Kedatangan ratusan tenaga kesehatan itu diterima pihak Komisi C DPRD Mimika membidangi kesehatan yang bersedia memfasilitasi pertemuan perwakilan tenaga kesehatan dengan Kepala Dinas Kesehatan Reynold Ubra.
Dalam pertemuan yang berlangsung di gedung serbaguna kantor DPRD Mimika itu, perwakilan tenaga kesehatan Kabupaten Mimika, Yeremias Meokbun menyampaikan, ratusan tenaga kesehatan menuntut kejelasan terkait perubahan regulasi Perbup nomor 28 tahun 2019 tentang pembayaran Tunjangan Pendapatan Penghasilan yang berdampak pada pengurangan tunjangan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan wilayah kerja.
Akibat regulasi ini sangat mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan kepada masyarakat di puskesmas-puskesmas di wilayah kota dan pinggiran.
"Jadi minggu lalu kami mendapatkan informasi adanya regulasi jadi kami datang untuk mau mendengar langsung penjelasan mengenai kenapa sampai ada regulasi baru kemudian ada perubahan nominal yang berdampak pada kecemburuan antar pegawai," kata Yeremias Meokbun.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika Reynold Ubra membenarkan bahwa hingga saat ini ratusan tenaga kesehatan berstatus ASN belum menerima TPP, karena terbentur regulasi yang baru.
"Jadi memang benar tenaga kesehatan ini belum dibayar. Kenapa belum dibayar karena ada terjadi perubahan regulasi peraturan bupati nomor 28 tahun 2019 tentang pembayaran TPP," kata Ubra.
Didalam regulasi yang terdapat beberapa perubahan terkait jenjang pendidikan yang tidak bisa disamakan antara lulusan SMK, Diploma dan Sarjana begitu juga dengan penempatan wilayah kerja antara kota, pinggiran, pedalaman dan pesisir yang pada regulasi sebelumnya selisih Rp 50 ribu antara pegawai yang bertugas dikota dan daerah terpencil.
"Kalau sekarang terjadi perubahan antara terpencil dengan kota yang selisihnya bisa sampai Rp 500 hingga 750 ribu menurut profesi dan wilayah," ungkap Reynold.
Lanjut Reynold, terjadi perubahan yang berpengaruh pada pendapatan regulasi tersebut disesuaikan dengan keuangan daerah disesuaikan dengan keuangan daerah.
"Perubahan-perubahan ini, kami di Dinas Kesehatan itu mengikuti arahan kebijakan dari keuangan umum daerah, tentunya TAPD pasti sudah punya pertimbangan menggunakan asas kepatuhan dan kepatutan tergantung kemampuan daerah karena tunjangan pendapatan penghasilan itu bukan sesuatu hal yang wajib tapi disesuaikan dengan kemampuan daerah," ungkapnya.
Untuk mempercepat pembayaran TPP tenaga kesehatan, pihak Dinas Kesehatan sudah berkoordinasi dengan TAPD Kabupaten Mimika yang diketuai Sekda untuk segera memproses pembayaran TPP menggunakan regulasi yang lama selama regulasi itu belum dicabut.
"Jadi langkah-langkah yang kami lakukan yaitu meminta penjelasan dari TAPD pada bulan April kemudian sebelum lebaran, bahkan kami meminta dasar surat kenapa sampai terjadi penundaan kareja regulasi itu masih di proses di bagian hukum sekda Mimika," jelas Reynold.
Sebelumnya ratusan tenaga kesehatan mendatangi gedung DPRD Kabupaten Mimika untuk meminta difasilitasi pertemuan dengan kepala dinas kesehatan untuk meminta penjelasan terkait keterlambatan pembayaran TPP karena regulasi yang baru.
Sementara itu, Sekertaris Komisi C DPRD Mimika Saleh Alhamid menyampaikan masalah pembayaran TPP bagi tenaga kesehatan harus berdasarkan aturan. Artinya Kepla Dinas Kesehatan tidak punya kewenangan untuk menggunakan anggaran diluar aturan.
"Kepala Dinas Kesehatan tidak punya hak untuk menggunakan anggaran karena tidak ada regulasi yang mengatur, jadi koordinasi dengan pimpinan daerah sehingga permasalahan ini bisa diselesaikan," ungkap Saleh. (Ricky Lodar)