Timotius Murib Sebut Penyampaian Aspirasi Penolakan DOB Papua Berdasarkan Suara Mayoritas
pada tanggal
15 Mei 2022
JAYAPURA, LELEMUKU.COM – Menanggapi pernyataan Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw yang menuding Majelis Rakyat Papua (MRP) tidak mengakomodir aspirasi dukungan pemekaran daerah otonomi baru (DOB), Ketua MRP Timotius Murib mengungkapkan bahwa pihaknya menyampaikan aspirasi penolakan pemekaran berdasarkan suara mayoritas masyarakat Papua dan bukan kepentingan segelintir elit politik di Papua.
Murib menjelaskan sebagai lembaga representasi kultur adat Papua MRP berharap kepada orang Papua yang berada di level birokrasi menengah dan akar rumput memahami bahwa undang-undang 21 tahun 2001 itu diberikan bukan hadiah tetapi merupakan perjuangan panjang dengan darah dan air mata masyarakat Papua
“Maka dengan berakhirnya otonomi khusus tahun 2001 di tahun 2021 orang Papua menunggu momentum Bagaimana mengevaluasi Otsus, tetapi yang terjadi Otsus di evaluasi sepihak oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan orang asli Papua secara utuh,” katanya kepada wartawan, di Jayapura, Selasa, (10/5/2022)
Maka kata Murib hasil dari perubahan itu di pasal 76 ada penambahan pada ayat 2 dan 3 lebih mengindahkan dan tanpa ada persetujuan MRP dan DPR Papua DOB itu bisa dilakukan oleh Jakarta sesuai kehendak mereka ini terjadi pada tanggal 12 April 2022 DPR RI telah menetapkan RUU DOB padahal hal ini tidak sesuai dengan UU Otsus 21 Tahun 2021 di mana pemekaran harus melalui persetujuan DPR Provinsi Papua dan MRP.
Untuk itu kata Murib sebenarnya para elit politik di Papua dan khususnya Bupati Jayapura harus paham bahwa Otonomi Khusus ini dihadirkan, bukan merupakan hadiah tetapi ini merupakan perjuangan panjang sebagai perekat sebagai win-win Solution karena orang Papua minta Merdeka.
“Untuk itu MRP mengharapkan kepada parah kepala daerah yang ada di birokrasi untuk memahami dan mengerti bahwa otonomi khusus ini beda dengan undang-undang lain, karena ini lahir karena adanya tahap MPR,” kata Murib.
Sementara terkait DOB ia secara tegas ketua MPR mengatakan bahwa MRP tidak berdiri pada posisi memihak atau menolak tapi berfokus ke mayoritas aspirasi masyarakat.
“Yang harus dipahami oleh para bupati dan kepala daerah di Papua bahwa MRP tidak berada pada posisi menolak atau menerima daerah otonomi baru, tapi MRP menyampaikan aspirasi mayoritas penolakan yang disampaikan oleh orang asli Papua yang disampaikan oleh masyarakat Papua di beberapa kabupaten kota. sehingga penolakan ini yang disampaikan ke pemerintah pusat termasuk presiden, Jadi bukan berdasarkan kemauan segelintir pejabat daerah, jadi Bupati Jayapura harus Paham, sementara pernyataan Bupati bahwa mengapa MR P hanya menyampaikan aspirasi menolak sementara yang mendukung DOB tidak disampaikan ini sangat keliru, Karena MRP berpihak kepada aspirasi mayoritas yang ada di di Papua,” ujar Murib.
Ia juga mempertanyakan apakah jaminan hukum kepada MRP jika pihaknya dengan serta merta mendukung pemekaran daerah baru di Papua.
”Ini yang saya mau tanya Kepada Bupati Jayapura, 19 pasal yang dilakukan perubahan kemarin semua itu membias dan marwah atau roh dari Otsus itu telah hilang coba pak Bupati Jayapura baca Pasal UU Perubahan. Maka kami minta para bupati dan wali kota harus baca perubahan undang-undang karena tidak ada hak orang Papua yang diakomodir. jadi jika di anggap kepastian dalam undang-undang ini bahwa ketika dimekarkan orang Papua itu akan mendapat kesejahteraan ini tipu dan omong kosong,” katanya.
Ia menegaskan Otsus itu tidak ada apa-apanya maka ia menyarankan agar DPR Papua jangan menjalankan otonomi khusus tapi seperti biasa saja.
“Saya sarankan DPR Provinsi Papua lebih bagus ditiadakan otonomi khusus Biarkan saja jalankan peraturan seperti biasa mungkin ini yang bisa. karena ciri khusus hak orang Papua yang dipikirkan ada di otonomi khusus itu sudah tidak ada lagi karena perubahan kedua otonomi khusus sudah tidak ada lagi undang-undang khusus bagi orang Papua sama saja dengan peraturan umum lainnya jadi kelapa daerah harus tau itu,” paparnya. (HumasMRP)
Murib menjelaskan sebagai lembaga representasi kultur adat Papua MRP berharap kepada orang Papua yang berada di level birokrasi menengah dan akar rumput memahami bahwa undang-undang 21 tahun 2001 itu diberikan bukan hadiah tetapi merupakan perjuangan panjang dengan darah dan air mata masyarakat Papua
“Maka dengan berakhirnya otonomi khusus tahun 2001 di tahun 2021 orang Papua menunggu momentum Bagaimana mengevaluasi Otsus, tetapi yang terjadi Otsus di evaluasi sepihak oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan orang asli Papua secara utuh,” katanya kepada wartawan, di Jayapura, Selasa, (10/5/2022)
Maka kata Murib hasil dari perubahan itu di pasal 76 ada penambahan pada ayat 2 dan 3 lebih mengindahkan dan tanpa ada persetujuan MRP dan DPR Papua DOB itu bisa dilakukan oleh Jakarta sesuai kehendak mereka ini terjadi pada tanggal 12 April 2022 DPR RI telah menetapkan RUU DOB padahal hal ini tidak sesuai dengan UU Otsus 21 Tahun 2021 di mana pemekaran harus melalui persetujuan DPR Provinsi Papua dan MRP.
Untuk itu kata Murib sebenarnya para elit politik di Papua dan khususnya Bupati Jayapura harus paham bahwa Otonomi Khusus ini dihadirkan, bukan merupakan hadiah tetapi ini merupakan perjuangan panjang sebagai perekat sebagai win-win Solution karena orang Papua minta Merdeka.
“Untuk itu MRP mengharapkan kepada parah kepala daerah yang ada di birokrasi untuk memahami dan mengerti bahwa otonomi khusus ini beda dengan undang-undang lain, karena ini lahir karena adanya tahap MPR,” kata Murib.
Sementara terkait DOB ia secara tegas ketua MPR mengatakan bahwa MRP tidak berdiri pada posisi memihak atau menolak tapi berfokus ke mayoritas aspirasi masyarakat.
“Yang harus dipahami oleh para bupati dan kepala daerah di Papua bahwa MRP tidak berada pada posisi menolak atau menerima daerah otonomi baru, tapi MRP menyampaikan aspirasi mayoritas penolakan yang disampaikan oleh orang asli Papua yang disampaikan oleh masyarakat Papua di beberapa kabupaten kota. sehingga penolakan ini yang disampaikan ke pemerintah pusat termasuk presiden, Jadi bukan berdasarkan kemauan segelintir pejabat daerah, jadi Bupati Jayapura harus Paham, sementara pernyataan Bupati bahwa mengapa MR P hanya menyampaikan aspirasi menolak sementara yang mendukung DOB tidak disampaikan ini sangat keliru, Karena MRP berpihak kepada aspirasi mayoritas yang ada di di Papua,” ujar Murib.
Ia juga mempertanyakan apakah jaminan hukum kepada MRP jika pihaknya dengan serta merta mendukung pemekaran daerah baru di Papua.
”Ini yang saya mau tanya Kepada Bupati Jayapura, 19 pasal yang dilakukan perubahan kemarin semua itu membias dan marwah atau roh dari Otsus itu telah hilang coba pak Bupati Jayapura baca Pasal UU Perubahan. Maka kami minta para bupati dan wali kota harus baca perubahan undang-undang karena tidak ada hak orang Papua yang diakomodir. jadi jika di anggap kepastian dalam undang-undang ini bahwa ketika dimekarkan orang Papua itu akan mendapat kesejahteraan ini tipu dan omong kosong,” katanya.
Ia menegaskan Otsus itu tidak ada apa-apanya maka ia menyarankan agar DPR Papua jangan menjalankan otonomi khusus tapi seperti biasa saja.
“Saya sarankan DPR Provinsi Papua lebih bagus ditiadakan otonomi khusus Biarkan saja jalankan peraturan seperti biasa mungkin ini yang bisa. karena ciri khusus hak orang Papua yang dipikirkan ada di otonomi khusus itu sudah tidak ada lagi karena perubahan kedua otonomi khusus sudah tidak ada lagi undang-undang khusus bagi orang Papua sama saja dengan peraturan umum lainnya jadi kelapa daerah harus tau itu,” paparnya. (HumasMRP)