Kongres Dengar Kesaksian Donald Trump Mendesak Mike Pence untuk Batalkan Hasil Pilpres 2020
pada tanggal
17 Juni 2022
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Panel anggota DPR AS yang menyelidiki huru-hara pada 6 Januari 2021 di gedung Kapitol pada Kamis (16/6) mendengarkan kesaksian tentang bagaimana Presiden Donald Trump ketika itu berulangkali menekan Wakil Presiden Mike Pence untuk mencegah Kongres mensertifikasi Joe Biden sebagai pemenang pemilu presiden 2020.
Pada tanggal 6 Januari 2021, Pence sedang memimpin sidang DPR yang menghitung suara elektoral per negara bagian guna memverifikasi kemenangan Biden, ketika sekitar dua ribu pendukung Trump menyerang gedung Kongres untuk menghentikan sidang.
Trump, baik secara pribadi maupun secara publik di sebuah pawai dekat Gedung Putih, telah mendesak Pence untuk menolak hasil penghitungan elektoral dari negara-negara bagian di mana Biden menang dengan selisih suara tipis, serta meminta untuk mengirim kembali hasil penghitungan itu ke negara bagian asalnya di mana Kongres negara bagian yang dikuasai Partai Republik akan memerintahkan pemilihan ulang atau menyerahkan nama-nama pejabat pemilihan yang mendukung Trump guna menggantikan pejabat pemilihan yang akan memenangkan Biden.
Tetapi Wakil Presiden Mike Pence, seorang yang sangat setia kepada Trump selama empat tahun memerintah di Gedung Putih, menolak permintaan itu. Pence menegaskan perannya dibatasi oleh Konstitusi, dan dia hanya bertugas membuka amplop yang memuat penghitungan suara elektoral dari setiap negara bagian.
Ketika sidang dibuka, Ketua Komite DPR Bennie Thompson mengatakan, Pence ketika itu tahu bahwa tindakan membatalkan hasil pemilihan adalah illegal. Dia tahu itu merupakan sebuah kesalahan.
Seorang penasihat hukum Pence, dan hakim pengadilan banding yang konservatif Michael Luttig memberi kesaksian bagaimana ia menyarankan kepada Pence tentang kewenangan yang dimilikinya, dan bahwa dia tidak punya wewenang untuk membatalkan hasil pemilihan.
“Seandainya Pence mematuhi perintah presiden dan menyatakan Donald Trump sebagai presiden Amerika berikutnya, terlepas dari fakta bahwa Presiden Trump sudah kalah dalam pengumpulan suara electoral college dan juga suara total… hal ini akan menjerumuskan Amerika ke dalam situasi revolusi dan krisis konstitusional,” kata Luttig. (VOA)