MA Australia Larang Pemerintah Cabut Kewarganegaraan Terduga Terlibat Terorisme
pada tanggal
10 Juni 2022
CANBERRA, LELEMUKU.COM - Mahkamah Agung Australia memenangkan Delil Alexander, yang memiliki dwi-kewarganegaraan Turki dan Australia, yang saat ini ditahan di Suriah. Ia meninggalkan Australia ke Turki pada tahun 2013, memberitahu keluarganya bahwa ia akan mengatur suatu acara pernikahan dan akan kembali. Namun Alexander kemudian melakukan perjalanan ke Suriah, di mana menurut badan intelijen Australia ia bergabung dengan kelompok Negara Islam ISIS. Alexander ditahan oleh pasukan Kurdi.
Pada tahun 2019 pengadilan Suriah menjatuhkan vonis hukuman 15 tahun penjara terhadapnya. Meskipun ia kemudian diampuni oleh pemerintah Damaskus, ia tetap berada dalam tahanan.
Pengacaranya di Sydney, Osman Samin, mengatakan kepada Australian Broadcasting Corp. ABC bahwa Australia telah secara salah mencabut kewarganegaraan kliennya karena ia tidak berafiliasi dengan kelompok ekstremis.
“Sayangnya karena Australia mencabut kewarganegaraannya, ia tetap berada dalam tahanan Suriah karena pihak berwenang Suriah tidak akan membebaskannya ke dalam komunitas Suriah. Ia sekarang dipindahkan ke sebuah penjara di Damaskus yang terkenal dengan berbagai pelanggaran HAM,” kata Samin.
Putusan Mahkamah Agung Australia hari Rabu menjadi bagian penting dari undang-undang pejuang asing Australia yang dirancang untuk mencegah tersangka anggota kelompok teroris kembali ke tanah air.
Dalam kasus penting ini, para hakim memutuskan bahwa pemerintah tidak dapat mencabut kewarganegaraan Australia jika mereka didakwa melakukan pelanggaran terorisme di negara lain.
Pengadilan mengatakan konsekuensi pencabutan kewarganegaraan seseorang yang tidak diadili di Australia sangat serius, sehingga sedianya ditangani oleh hakim, bukan oleh politisi.
Pejabat-pejabat pemerintah mengatakan sedang mengkaji implikasi putusan tersebut. Mereka menambahkan bahwa pihak berwenang di Canberra masih dapat memberlakukan apa yang disebut sebagai perintah pengadilan sementara, yang dapat menghentikan mereka yang memiliki dwi-kewarganegaraan yang diduga terkait pelanggaran ekstremisme untuk kembali ke Australia hingga dua tahun.
Adik Alexander, yang mengajukan kasus hukum ini atas namanya, mengatakan ia tidak yakin apakah kakaknya masih hidup. (VOA)