Antony Blinken Katakan AS Amati Seksama Peristiwa di Sri Lanka
pada tanggal
11 Juli 2022
KOLOMBO, LELEMUKU.COM - Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken hari Minggu (10/7) mengatakan Washington mengamati dengan seksama peristiwa di Sri Lanka, sehari setelah Presiden Gotabaya Rajakpaksa dan Perdana Menteri Ranil Wrickemesinghe menawarkan untuk mengundurkan diri pada hari paling dramatis dari kekacauan politik selama berbulan-bulan. Tawaran ini disampaikan kedua pemimpin setelah ratusan ribu demonstran menyerbu kediaman mereka dan membakar salah satu rumah akibat memuncaknya kemarahan atas krisis ekonomi berkepanjangan.
Berbicara dalam konferensi pers di ibu kota Bangkok, Blinken mendesak parlemen Sri Lanka untuk segera bertindak atas nama negara dan tidak mendukung partai politik mana pun.
“Kami menyerukan parlemen Sri Lanka untuk menyelesaikan hal ini dengan komitmen demi kemajuan negara, bukan demi salah satu partai politik. Menjadi kewajiban pemerintah – apakah pemerintah baru yang dipilih secara konstitusional, maupun pemerintahan yang ada – untuk bekerja cepat, berupaya mengidentifikasi dan menerapkan solusi yang akan mengembalikan prospek stabilitas ekonomi jangka panjang demi mengatasi ketidakpuasan rakyat Sri Lanka... termasuk mencukupi kebutuhan listrik, makanan, BBM,” ujar Blinken.
Blinken berada di Thailand, sekutu strategis Amerika di kawasan itu, setelah menghadiri pertemuan para menteri luar negeri kelompok negara kaya dan berkembang (G20) di Bali.
Ratusan ribu demonstran Sri Lanka hari Minggu (10/7) mengatakan mereka akan tetap menduduki kediaman resmi presiden dan perdana menteri di Kolombo hingga para pejabat tinggi ini meninggalkan kantor tersebut secara resmi.
Para demonstran telah menyerbu kedua tempat tinggal itu hari Sabtu (9/7). Mereka membakar rumah Presiden Gotabaya Rajapaksa di tengah meningkatnya kemarahan publik atas krisis ekonomi selama berbulan-bulan.
Presiden Sri Lanka Setuju Mundur pada 13 Juli
Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe setuju untuk mengundurkan diri. Rajapaksa mengatakan kepada pemimpin parlemen bahwa ia akan mundur pada 13 Juli untuk memastikan transisi kekuasaan yang mulus. Namun para demonstran menuntut agar ia segera meletakkan jabatan.
Juru bicara parlemen Sri Lanka, Mahinda Yapa Abeywardena, mengatakan telah menyerahkan secara langsung keputusan yang dibuat para pemimpin partai dan Rajapaksa setuju untuk menjalankannya.
“Ia memberitahu saya untuk mengatakan kepada publik bahwa ia akan mundur pada hari Rabu, 13 Juli, untuk memastikan serah terima kekuasaan yang damai. Oleh karena itu tidak perlu lagi ada upaya mendestabilisasi negara ini. Saya menghormati kerjasama semua orang untuk menjaga perdamaian demi negara ini dan demi masa depan Sri Lanka. Kediaman pribadi perdana menteri telah dibakar dan dihancurkan. Sebagian orang juga meluapkan kemarahannya dengan aksi kekerasan. Saya menyerukan semua orang untuk bertindak secara bertanggungjawab dan tidak terlibat dengan tindakan-tindakan semacam itu, segera membubarkan diri dan kembali ke rumah dengan damai,” jelasnya.
Tekanan pada kedua pemimpin itu meningkat ketika krisis ekonomi memicu kelangkaan barang-barang penting, membuat orang berjuang untuk mendapatkan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya.
Rajapaksa menunjuk Wickremesinghe sebagai perdana menteri pada Mei lalu guna mengatasi kekurangan kebutuhan pokok dan memulai pemulihan ekonomi.
Banyak Analis Tak Yakin akan Muncul Pemimpin Lebih Baik
Wickremesinghe telah memulai pembicaraan penting dengan Dana Moneter Internasional IMF untuk mendapatkan dana talangan, dan juga dengan Program Pangan Dunia untuk mempersiapkan krisis pangan.
Pemerintah harus menyampaikan rencana keberlanjutan utang kepada IMF pada Agustus sebelum mencapai kesepakatan.
Para analis meragukan akan adanya pemimpin baru yang bisa melakukan lebih baik dari Wickremesinghe. Upaya pemerintahnya menunjukkan harapan, di mana dengan pupuk yang sangat dibutuhkan petani akan mulai didistribusikan dan pengiriman pertama pesanan gas untuk memasak tiba di negara itu pada hari Minggu. (VOA)