John Bolton Akui Rencanakan Upaya Kudeta di Beberapa Negara
pada tanggal
14 Juli 2022
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Mantan Duta Besar Amerika untuk PBB, yang juga mantan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih John Bolton, hari Selasa (12/7) mengatakan ia telah membantu merencanakan percobaan kudeta di negara-negara asing.
Bolton menyampaikan pernyataan itu pada CNN setelah sidang Komite DPR yang menyelidiki serangan pada 6 Januari 2021 di Capitol Hill. Anggota panel komite itu menuduh mantan Presiden Donald Trump telah menghasut terjadinya aksi kekerasan dalam upaya terakhir untuk tetap berkuasa setelah kalah dalam pemilu presiden tahun 2020.
Namun berbicara pada penyiar CNN Jake Tapper, Bolton mengatakan Trump tidak cukup kompeten untuk melakukan “kudeta yang direncanakan dengan hati-hati,” seraya menambahkan “sebagai seseorang yang telah membantu merencanakan kudeta, bukan di sini (di AS.red) tetapi di tempat lain – maka dibutuhkan banyak persiapan. Dan ini bukan yang dilakukan Trump.”
Ketika Tapper mencoba mengelaborasi pernyataan itu dengan menanyakan upaya apa yang dimaksud, Bolton menjawab “saya tidak akan membahas secara spesifik,” sebelum akhirnya menyebut Venezuela.
“Ternyata hal itu tidak berhasil. Bukan karena kita memiliki banyak kaitan dengan hal itu, tetapi karena saya melihat apa yang diperlukan oposisi untuk berupaya menggulingkan presiden yang dipilih secara legal, telah gagal.”
Dalam kapasitas sebagai penasehat keamanan nasional, Bolton, pada tahun 2019 secara terbuka mendukung seruan pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido agar militer mendukung upayanya menggulingkan Presiden Nicolas Maduro, yang beraliran sosialis. Alasannya karena pemilu yang memilih kembali Maduro tidak sah. Pada akhirnya Maduro tetap berkuasa.
Banyak pakar kebijakan luar negeri selama bertahun-tahun telah mengkritisi sejarah intervensi yang dilakukan Amerika di negara-negara lain, dan perannya dalam penggulingan perdana menteri nasionalis Iran, Mohammad Mosaddegh, tahun 1953; Perang Vietnam, hingga invasi Amerika ke Irak dan Afghanistan.
Tetapi sangat tidak biasa bagi seorang pejabat Amerika untuk secara terbuka mengakui peran mereka dalam memicu kerusuhan di negara-negara asing. (VOA)