PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe Siap Mundur Setelah Pengunjuk Rasa Menyerbu Rumah Presiden
pada tanggal
11 Juli 2022
KOLOMBO, LELEMUKU.COM - Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe bersedia mengundurkan diri untuk memberi jalan bagi pemerintahan semua partai mengambil alih, kata kantornya dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (9/7). Kesediaan tersebut diutarakan Ranil Wickremesinghe etelah ribuan pengunjuk rasa menyerbu kediaman resmi presiden di Kolombo.
Tentara dan polisi tidak mampu menahan kerumunan pengunjuk rasa yang meneriakkan tuntutan pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa sebagai buntut atas krisis ekonomi terburuk negara itu dalam tujuh dekade.
Siaran langsung Facebook dari dalam rumah presiden menunjukkan ratusan pengunjuk rasa, beberapa terbungkus bendera nasional, memasuki kamar dan koridor.
Rekaman video menunjukkan beberapa dari mereka bermain air di kolam renang, sementara yang lain duduk di tempat tidur bertiang empat dan sofa. Beberapa terlihat mengosongkan laci dalam gambar yang beredar luas di media sosial.
Ratusan orang berseliweran di pekarangan kediaman bercat putih era kolonial, dengan sedikit petugas keamanan yang terlihat.
Rajapaksa telah meninggalkan kediaman resmi pada Jumat (8/7) sebagai tindakan pencegahan keamanan menjelang demonstrasi akhir pekan yang direncanakan, kata dua sumber Kementerian Pertahanan. Reuters tidak dapat segera mengkonfirmasi keberadaan presiden.
Wickremesinghe mengadakan pembicaraan dengan beberapa pemimpin partai politik untuk memutuskan langkah apa yang harus diambil menyusul kerusuhan tersebut.
"Wickremesinghe telah mengatakan kepada para pemimpin partai bahwa dia bersedia mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri dan memberi jalan bagi pemerintahan semua partai untuk mengambil alih," kata kantornya dalam sebuah pernyataan.
Perdana menteri juga telah dipindahkan ke lokasi yang aman, kata sumber pemerintah kepada Reuters.
Pemimpin beberapa partai oposisi juga menyerukan agar Rajapaksa mengundurkan diri.
"Presiden dan perdana menteri harus segera mengundurkan diri. Jika itu tidak terjadi, ketidakstabilan politik akan memburuk," kata pemimpin Partai Kebebasan Sri Lanka dan mantan presiden Maithripala Sirisena, berbicara sebelum Wickremesinghe menawarkan pengunduran dirinya.
Inflasi Meningkat
Sebelumnya para pengunjuk rasa memaksa masuk ke Kementerian Keuangan dan kantor pinggir laut presiden dan tidak meninggalkan tempat itu sampai larut malam.
Setidaknya 39 orang, termasuk dua petugas polisi, terluka dan dirawat di rumah sakit selama protes, kata sumber rumah sakit kepada Reuters.
Sebuah saluran berita lokal mengatakan empat wartawan di luar rumah pribadi perdana menteri diserang selama protes. Kantor perdana menteri, dalam sebuah pernyataan, menyatakan "penyesalan yang mendalam" atas serangan terhadap wartawan oleh personel keamanan.
Pulau Samudra Hindia berpenduduk 22 juta orang itu berjuang di bawah kekurangan devisa yang parah yang telah membatasi impor bahan bakar, makanan dan obat-obatan, menjerumuskannya ke dalam krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada 1948.
Melonjaknya inflasi, yang mencapai rekor 54,6% pada bulan Juni dan diperkirakan akan mencapai 70% dalam beberapa bulan mendatang, telah membebani penduduk.
Ketidakstabilan politik dapat merusak pembicaraan Sri Lanka dengan Dana Moneter Internasional karena mencari dana talangan sebesar $3 miliar, restrukturisasi beberapa utang luar negeri dan penggalangan dana dari sumber multilateral dan bilateral untuk meringankan kekurangan mata uang dolar. (VOA)