Raih Harapan Palsu
Kota Kobakma, Kota Kobakma... Dulunya Gelap Karena Datangnya Bapak RHP, Kota Kobakma Semakin Gelap...
Demikian bunyi syair dari nyanyian beberapa pemuda asal Mamberamo Tengah yang duduk begadang sambil mengerjakan beberapa tugas dari kantornya di seputaran perkotaan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Syair itu seolah mewakili perasaan mereka terhadap dinamika politik di kabupaten tercinta mereka yang seakan runtuh dengan adanya kasus dugaan mega kasus suap dan gratifikasi berbagai proyek pembangunan di salah satu kabupaten di wilayah adat Lapago tersebut.
Sudut pandang yang sering luput dari perhatian besar negara ini atas kasus tersebut membuat banyak yang tak memahami apa yang sebenarnya terjadi di kawasan hulu sungai terbesar dan terpanjang di Pulau Papua tersebut.
Sejak memimpin Mamberamo Tengah pada 2013 lalu, Ricky Ham Pagawak, S.H., M.Si. yang lahir 14 Juli 1973 merupakan figur pemimpin yang diharapkan membawa perubahan positif dan membangun kabupaten yang memiliki motto "Nabuwa Kabuwa Yabu Eruwok."
Mencuat ke permukaan, karier pria yang sering dipanggil dengan singkatan RHP ini semakin cemerlang karena seolah menunjukkan prestasi politikus muda yang luar biasa.
Ketenarannya memuncak ketika RHP diibaratkan sebagai Santa Claus yang menjadi pemberian bantuan kemasyarakatan ke berbagai organisasi sosial dan lembaga keagamaan di seluruh Papua hingga ke provinsi lainnya diluar Papua.
Hal ini yang menjadi kerisauan masyarakat Mamberamo Tengah. Sebab motto kabupaten yang di Indonesiakan menjadi "Mari Membangun Dalam Kasih" itu seolah hanya diberlakukan di luar daerah itu saja.
Sebab bantuan serupa hampir tidak pernah dirasakan di luar 49.000 jiwa warga yang tersebar di 5 distrik yang ada. Hanya ke lembaga sosial dan keagamaan tertentu di kabupaten itu saja yang mendapatkan, hal itu tidak berlaku seperti yang digemborkan di luar Mamberamo Tengah.
Menurut mereka, ajakan RHP untuk "harus saling mengasihi" juga terlihat hanya terjadi kepada orang-orang tertentu saja di daerah tersebut. Dan ajakan untuk "jangan ada perbedaan" hanya diberlakukan kepada mereka yang memiliki kekuatan finansial dan pengaruh politik yang besar semata.
Selama dua periode memimpin Mamberamo Tengah yakni 2013–2018 dan 2018–2023, RHP seolah mampu menyihir khayalak publik seantero Papua dan Indonesia bahwa akan tiba masa dimana sang pemimpin yang mampu memberikan segala hak pribadinya kepada rakyat tercinta tanpa memandang adanya harta, tahta dan wanita.
Namun sayangnya sihir itu semu, sebab yang ada hanyalah keluhan atas adanya potongan hak dari para pegawai negeri, aparat kampung dan para honorer yang seharusnya diterima oleh masing-masing pelayan masyarakat.
Mereka mengeluh sebab pemerintah kabupaten tersebut lebih condong menyunat segelintir pos anggaran yang seharusnya sudah dipersiapkan untuk rakyatnya dan disalurkan untuk kepentingan "sosial" pihak-pihak tertentu yang ada didalam dan diluar kabupaten mereka yang tercinta itu.
Namun ketika datangnya kabar Ricky Ham Pagawak menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mayoritas warga di kabupaten tersebut secara diam-diam bersorak-sorai dan bersuka cita.
Pasalnya, penyidikan dugaan kasus suap yang menyeret berbagai sosok yang selama ini secara terang-terangan telah disembunyikan secara rapi hingga tidak terlihat dari luar Kobakma membuat masyarakat sedikit lega. Meskipun belum ditahan, RHP sudah memberikan bukti nyata segala perbuatan yang selama ini disembunyikan di mata publik.
Selama ini banyak sekali "orang lama, stok baru" yang tidak pernah muncul batang hidungnya, namun pasca minggatnya RHP memimpin Kota Biru, julukan ibukota Kobakma, daerah itu seolah hidup. Sebab para pegawainya mulai bermunculan untuk giat bekerja dibawah sanksi sang wakil bupati, Yonas Kenelak, S.Sos yang menggantinya.
Sebelum dikendalikan oleh Kenelak, Kobakma ibarat kota mati yang hanya akan hidup saat RHP balik dari plesiran solonya diluar daerah. Para aparat negara juga terkesan menikmati dinamika tersebut, mereka lebih memilih bekerja "work from home" dari kenyamanan kediaman masing-masing di Wamena, Jayapura dan kota-kota besar lainnya di Papua dibanding di Kobakma.
Pasca RHP yang diketahui oleh rakyatnya sebagai pria bujang ini kabur ke Papua Nugini (PNG) dengan membawa 3 koper yang isinya belum diketahui nilainya, kota yang memiliki jalan aspal hanya 900 meter persegi itu mulai ramai dan hidup, aktivitas pasar tanpa ada kendali pihak tertentu mulai berjalan dengan baik dan normal dari belasan tahun sebelumnya.
Sementara itu masyarakat mulai terlihat betah menikmati fasilitas perkotaan Kobakma yang selama ini dibiarkan terlantar. Lampu yang hanya menyala dari genset dan solar cell di masing-masing rumah warga tertentu yang memiliki fasilitas itu seolah memberikan tanda-tanda kehidupan kota yang sudah memiliki tiang listrik tanpa ada aliran tersebut.
Tiap masyarakat yang ditemui dijalan perkotaan yang mayoritas tanpa aspal itu juga mulai dengan bebas menyatakan ucapan syukur atas segala upaya pihak terkait mengungkap segala kekacauan di kabupaten yang berdiri dari tanggal 4 Januari 2008 itu. Dengan harapan adanya keadilan yang setimpal dengan apa yang dilakukan selama ini.
Menurut mereka, RHP hanya akan dianggap sebagai penyelamat ketika fasilitas dasar publik seperti air dan listrik dapat terwujud. Namun selama 9 tahun RHP menjadi hamba rakyat, citra ketidaksempurna dari kabupaten tersebut tidak mampu terlihat dan terbaca di layar kaca, layar ponsel dan layar kertas berbagai media massa bayaran pemerintah.
Meskipun demikian mereka berdoa agar RHP yang berhasil lolos dari upaya jemput paksa oleh tim penyidik KPK di Kota Jayapura, Papua itu dapat ditemukan dengan selamat dan dapat menjalani proses hukum yang adil dan beradab.
Sebab pria yang lahir di Bokondini, Kabupaten Tolikara itu sendiri sudah lama terjun ke dunia politik
dan menjadi wajah idealnya Mamberamo Tengah.Diaenjadi wajah idealnya Mamberamo Tengah.Dia tenar saat menjadi kader Partai Demokrat dan menjabat posisi penting termasuk menjadi Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Mamberamo Tengah. Ia kemudian memutuskan untuk maju mencalonkan diri menjadi bupati Mamberamo Tengah sejak pada 25 Maret 2013 bersama wakilnya, Yonas Kenelak dan berlanjut pada periode kedua sejak 24 September 2018 bersama Yonas yang setia.
Saat ini, RHP yang saat berdiam di perkampungan pada kaki-kaki gunung di pedalaman Provinsi Sandaun (West Sepik), PNG ini sudah ditetapkan dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK. Sementara beberapa pihak yang diduga membantunya kabur dari Indonesia telah berhasil diamankan oleh aparat keamanan.
Satu harapan dari masyarakat Mamberamo Tengah dan Papua pada umumnya, agar RHP jangan berikan lagi harapan palsu, mari bersikap bagai seorang raja yang kesatria, seperti yang dilakukan Bapak Pembangunan Papua, Barnabas Suebu yang bertanggung jawab dengan segala kesalahan anak buahnya meski rakyat Papua tau ia tak bersalah.
Sebab ini bukan masalah politik, tapi masalah moral dan tanggung jawab kepada rakyat yang percaya kepadanya.
Albert Batlayeri
Penulis di Lelemuku.com