Bhima Yudhistira Nilai Postur APBN 2023 Belum Antisipatif Dampak Resesi Global
pada tanggal
30 September 2022
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai postur APBN 2023 belum mengantisipasi ancaman resesi global. Pandangan itu berangkat dari asumsi terhadap harga minyak mentah yang masih tinggi.
“Padahal sekarang sudah bergerak di US$ 80-85 per barel. Mulai menurun harga minyak mentahnya,” ujar Bhima kepada Tempo, Kamis, 29 September 2022.
“Berarti harga bonanza komoditasnya mungkin bisa berhenti di 2023 atau lebih cepat dari 2023, berpengaruh ke pendapatan PNBP. Nah ini kan juga akhirnya tidak dipersiapkan,” kata Bhima.
Kedua, pemerintah masih menganggarkan belanja birokrasi yang cukup besar pada tahun depan. Belanja tersebut mencakup belanja pegawai, belanja barang, hingga pembayaran bunga utang Rp 400 triliun—yang mungkin akan naik sejalan dengan kenaikan tingkat suku bunga pinjaman.
RAPBN 2023, kata dia, juga belum mempersiapkan perlindungan sosial. “Spesifik untuk perlindungan sosial itu kalau di APR APBN 2023 itu sekitar Rp 441 triliun. Itu sebenarnya 2,5 persen dari PDB, kalau diukur dari PDB itu kecil sekali,” ujar Bima.
Bhima mengatakan pemerintah perlu memiliki minimal 4 sampai 5 persen anggaran perlindungan sosial untuk mengakomodasi risiko naiknya angka kemiskinan. Sebab, ketika inflasi naik, garis kemiskinan akan turut naik. Akibatnya, kelompok kelas menengah akan turun menjadi orang miskin baru.
Selain menyiapkan perlindungan sosial, Bhima melanjutkan, pemerintah perlu mendorong stimulus bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Misalnya, dengan subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR), menaikkan plafon, dan meningkatkan sasaran penerimanya.
Bhima juga menyinggung sektor properti yang akan menjadi sektor paling terdampak. Masalahnya, biaya material naik. Pada saat yang sama, suku bunga akan berpengaruh ke KPR. Karena itu, kata Bhima, pemerintah perlu memberikan perlindungan melalui pemberian insentif.
“Diperbesar belanja, subsidi uang muka, juga dari sisi bunga kredit konstruksi juga perlu diberikan insentif juga. Biar dari proses pengerjaan konstruki bisa lebih murah juga, dan nanti harga jual properti bisa lebih terjangkau,” ujar Bhima.
Lebih lanjut soal pangan, Bhima mengatakan pemerintah perlu melakukan persiapan dengan menambah subsidi pupuk. Sebab, subsidi saat ini hanya meng-cover sekitar 30 persen dari total kebutuhan pupuk nasional. Sementara itu jika petani harus membeli pupuk nonsubsidi, harganya sangat mahal.
“Jadi pupuk, pengadaan bibit, alsintan (alat mesin pertanian), pendataan sektor pangan atau pertanian juga harusnya menjadi refocusing anggaran 2023,” kata Bhima.”Kalau pemerintah benar-benar ingin sedia payung sebelum hujan mempersiapkan dampak dari ancaman resesi,” katanya.(Tempo)