Dwiyana Slamet Riyadi Sebut Harga Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung Maksimal Rp 250
pada tanggal
26 November 2022
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi memaparkan besaran harga tiket untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang ditargetkan mulai beroperasi Juni 2023.
“Untuk tiga tahun pertama, Rp250 ribu untuk tarif terjauh, (sementara untuk) tarif terdekat Rp125 ribu,” ungkap Dwi dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI dan Wakil Menteri BUMN II, Rabu (23/11).
Harga tarif tersebut, ungkap Dwi, ditetapkan berdasarkan studi yang dilakukan oleh berbagai konsultan yang bekerja sama dengan PT KCIC. Hasil studi tersebut bahkan menunjukkan kesediaan masyarakat untuk membayar bisa mencapai Rp350 ribu untuk rute terjauh. Oleh karena itu, katanya, setelah tiga tahun, harga tiket untuk rute terjauh KCJB kemungkinan bisa mencapai angka tersebut.
Dwi memaparkan, KCJB akan beroperasi dari pukul 05.30 WIB hingga pukul 22.00 WIB, dengan frekuensi 68 kali dan dan jumlah penumpang maksimum 601 per harinya.
Guna membangun konektivitas antar wilayah, PT KAI, menurutnya, telah menyiapkan kereta feeder yang akan menghubungkan stasiun KCJB dengan penduduk di Bandung dan Cimahi.
“Karena memang stasiun kita dari Padalarang langsung ke Tegalluar sehingga untuk penumpang dari kota Bandung bisa menggunakan KA Feeder dan disesuaikan dengan jadwal Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dilayani oleh PT KAI. Jadi dari stasiun Kebon Kawung, Bandung, kemudian Cimahi ke Padalarang, hub-nya nanti di stasiun Padalarang. Itulah alasan kenapa stasiun Padalarnag menjadi stasiun penting juga untuk KCJB,” jelasnya.
Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), katanya, akan tersedia dalam kelas VIP, kelas 1 dan kelas 2. Menurutnya, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kelas itu. Yang membedakan hanyalah desain dan interior.
Membangun Peradaban Baru
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo berharap nantinya KCJB dapat membangun peradaban baru dan mendorong masyarakat untuk lebih sering menggunakan tranportasi publik ketimbang transportasi pribadi.
Tiko melanjutkan, berdasarkan studi awal, pihaknya menargetkan untuk mencapai break event point (BEV) atau balik modal dalam waktu 38 tahun dengan hanya mengandalkan pemasukan dari penjualan tiket. Namun, ke depannya, pihaknya akan memikirkan berbagai opsi lain agar keuntungan perusahaan bisa diperoleh dari berbagai skema kerja sama komersial dan non komersial.
“Tapi seandainya nanti terbangun pola pergerakan baru, tentunya pasti akan muncul pendapatan dari TOD (transit oriented development), rental space di stasiun, income dari jualan makanan dan sebagainya itu akan mucul revenue sharing-nya,” paparnya.
“Seperti di MRT, penamaan untuk tiap stasiun bisa dijual puluhan miliar, kita juga akan dorong ke sana. Tapi sekarang kita anggap sebagai bonus, kita keluarkan dari income awal. Tapi kalau berhasil -nya, kemudin kita berhasil membawa masyarakat lebih antusias moga-moga muncul income baru dari TOD dan non-ticket revenue. Jadi saya cukup optimis walaupun hanya dari ticketing bisa kembali modal 38 tahun, kalau saya cukup optimis kalau terbangun track-nya dan TOD-nya mudah-mudahan kita bisa percepat (balik modal),” pungkasnya.
KCJB Akan Diminati Asal….
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengungkapkan besaran harga tiket yang dipatok berdasarkan hasil survey merupakan langkah tepat.
“(Harga tiket KCJB) sudah tepat menurut saya. Dan harga segitu juga kan tanpa ada subsidi dari pemerintah,” ungkapnya kepada VOA.
Lebih jauh Djoko mengungkapkan terlepas dari semua permasalahan yang ada, pembangunan KCJB tersebut harus diselesaikan tuntas. “Jangan seperti Hambalang tidak selesai dan akhirnya mangkrak sehingga tidak bisa dimanfaatkan,” tuturnya.
Apakah keberadaan kereta cepat tersebut akan bisa mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan transportasi publik? Menurutnya, hal tersebut bisa saja terjadi asalkan transportasi publik di Bandung dibenahi sehingga bisa terintegrasi dengan baik seperti di Jakarta. “Kalau transportasi umum di Bandung sudah sebagus Jakarta, bisa membantu mengurangi pengguna jalan tol,” katanya.
Ia memperkirakan, mengingat kondisi transportasi umum di Bandung yang masih kurang bagus, setidaknya dibutuhkan waktu 10 hingga 5 tahun untuk bisa melihat adanya peralihan dari Kereta Api Argo Parahyangan ke KCJB.
“Benahi dulu angkutan umum di Bandung. Di Jakarta (transportasi umum) sejak 2004 dibenahi, sekarang baru mulai nampak hasilnya, 18 tahun kemudian,” pungkasnya. (VOA)