Antony Blinken Protes Perempuan Afghanistan Tak Boleh Masuk Universitas
pada tanggal
23 Desember 2022
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada hari Kamis, 22 Desember 2022, mengungkap keprihatinan atas sikap Taliban mencoba menghukum perempuan Afghanistan dengan melarang mereka kuliah atau menghadiri kelas-kelas di universitas.
Blinken sangat yakin Pemerintah Afghanistan yang sekarang dipegang oleh kelompok radikal Taliban akan gagal meningkatkan hubungan dengan negara-negara di dunia, kecuali jika militan itu mencabut larangan tersebut.
"Akan ada biaya jika ini tidak dibatalkan," katanya tentang larangan yang diumumkan pada hari Selasa.
Sejumlah wanita Afganistan berjalan-jalan di Kabul, Afganistan, 9 Mei 2022. Alasannya, perempuan Afganistan harus mengenakan burqa lantaran itu adalah pakaian tradisi dan penuh hormat REUTERS/Ali Khara
Blinken memperingatkan Taliban kalau Amerika Serikat akan membebankan biaya pada kelompok itu jika tidak mencabut larangannya yang baru-baru ini diberlakukan terhadap perempuan yang menghadiri kelas-kelas di universitas di Afghanistan.
Sebelumnya pada Kamis, 22 Desember 2022, Blinken mengatakan pemerintah pimpinan Taliban di Kabul tidak akan dapat memperbaiki hubungan dengan seluruh dunia jika terus menyangkal hak-hak dasar perempuan Afghanistan.
“Apa yang telah mereka lakukan adalah mencoba menghukum perempuan dan anak perempuan Afghanistan ke masa depan yang kelam tanpa kesempatan. Intinya, tidak ada negara yang akan berhasil – apalagi berkembang – jika ia menolak separuh populasinya kesempatan untuk berkontribusi,” kata Blinken dalam konferensi pers akhir tahun di Washington, DC.
Ekonomi Afghanistan yang bergantung pada bantuan sudah berada di bawah sanksi berat Amerika Serikat dan negara-negara Barat menyusul pengambilalihan negara itu oleh Taliban pada tahun lalu menyusul penarikan tentara Amerika Serikat, yang mengakhiri pendudukan selama 20 tahun.
Menanggapi ketakutan yang meluas akan kembalinya kebijakan keras yang mendominasi pemerintahan Taliban di Afghanistan pada 1990-an, Taliban awalnya menjanjikan pemerintahan yang lebih moderat ketika mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021. Namun langkah untuk melarang perempuan mengakses pendidikan di tingkat universitas, yang diumumkan awal pekan ini, memicu kemarahan di seluruh dunia, termasuk dari beberapa negara mayoritas Muslim yang meminta Taliban untuk membatalkan keputusan tersebut.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan larangan itu tidak Islami atau manusiawi.
“Apa salahnya pendidikan perempuan? Apa ruginya bagi Afghanistan?. Apakah ada penjelasan Islami? Sebaliknya, Islam tidak menentang pendidikan. Islam bahkan mendorong pendidikan dan sains,” kata Cavusoglu.
Di ibu kota Afghanistan, sekitar 50 orang berunjuk rasa yang sebagian besar perempuan. Mereka berkumpul di luar gedung Universitas Kabul sambil memegang spanduk dan meneriakkan, “Pendidikan adalah hak kami, universitas harus dibuka.”
Sehari sebelumnya, mahasiswa dari Universitas Nangahar di Afghanistan timur juga berdemonstrasi. Mahasiswa laki-laki di fakultas kedokteran keluar dari ujian sebagai protes atas dikeluarkannya teman sekelasnya yang perempuan.
Taliban menerbitkan aturan itu dengan alasan demi menjaga kepentingan nasional dan kehormatan perempuan. Pejabat Menteri Pendidikan Tinggi Pemerintahan Taliban, Nida Mohammad Nadim, mengatakan kepada penyiar negara Afghanistan RTA bahwa ada beberapa masalah sehingga mendorong terbitnya keputusan tersebut. Masalah yang disebut Nadim di antaranya mahasiswi perempuan yang berpakaian tidak Islami dan berinteraksi di antara mahasiswa laki-laki.
“Mereka tidak berjilab, mereka datang dengan pakaian yang kebanyakan perempuan pakai untuk pergi ke pesta pernikahan,” ujarnya.
Nadim juga mengatakan dalam wawancara bahwa diskusi tentang pendidikan perempuan sedang berlangsung.
Keputusan Taliban tersebut terus menuai kritik luas. Negara-negara G7 mengatakan penganiayaan gender mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaa.
Di Washington, Blinken juga mengatakan larangan itu akan merusak peluang Taliban untuk meningkatkan hubungannya dengan negara lain.
“Setiap prospek yang dicari Taliban untuk memperbaiki hubungan dengan dunia, dengan komunitas internasional, yang merupakan sesuatu yang mereka inginkan dan kami tahu bahwa mereka membutuhkannya – itu tidak akan terjadi jika mereka melanjutkan jalur ini,” katanya.(Tempo)