Indonesia Setuju Pengembangan Ladang Gas di Laut China Selatan Senilai $3 Miliar
pada tanggal
03 Januari 2023
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Indonesia telah menyetujui rencana pertama pengembangan ladang gas lepas pantai Tuna dengan perkiraan total investasi sebesar $3,07 miliar hingga dimulainya produksi, kata Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Senin (2/1).
Ladang gas Tuna, yang terletak di Laut China Selatan antara Indonesia dan Vietnam, diperkirakan akan mencapai produksi puncak 115 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada tahun 2027, kata juru bicara SKK Migas Mohammad Kemal.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan, gas alam dari ladang Tuna, yang dioperasikan oleh unit lokal perusahaan Inggris Harbour Energy, diperkirakan akan diekspor ke Vietnam mulai tahun 2026.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pada hari Senin mengatakan bahwa selain manfaat ekonomi, pengembangan proyek tersebut akan menegaskan hak maritim Indonesia. "Akan ada aktivitas Indonesia di kawasan perbatasan yang merupakan salah satu hot spot geopolitik dunia itu," kata Dwi dalam keterangannya.
“Angkatan Laut Indonesia juga akan ikut mengamankan proyek hulu migas itu sehingga secara ekonomi dan politik menjadi penegasan kedaulatan Indonesia.”
Aktivitas energi di Laut China Selatan dalam beberapa dekade terakhir terkekang oleh klaim tumpang tindih negara-negara di kawasan itu. Kegiatan eksplorasi gas yang dilangsungkan Vietnam, Malaysia, dan Filipina di zona ekonomi eksklusif mereka, contohnya, sering diganggu oleh kapal-kapal penjaga pantai atau pengawas China.
China mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh wilayah Laut China Selatan dengan merujuk pada peta sejarahnya sendiri. Negara itu mengatakan keputusan pengadilan arbitrase internasional yang menolak klaim Beijing itu pada tahun 2016 tidak memiliki dasar hukum.
Pada tahun 2021, China meminta Indonesia agar menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah maritim yang dianggap kedua negara sebagai milik mereka, kata orang yang mengetahui masalah tersebut kepada Reuters saat itu. (VOA)