PM Kuwait Sheikh Al-Sabah Mundurkan Diri Setelah 4 Bulan Menjabat
pada tanggal
24 Januari 2023
RIYADH, LELEMUKU.COM - Perdana Menteri Kuwait Sheikh Ahmad Nawaf Al-Sabah pada Senin mengundurkan diri setelah empat bulan menjabat. Surat pengunduran diri kabinetnya telah diserahkan kepada Putra Mahkota Sheikh Meshal Al-Ahmad Al-Sabah.
Simak: Ketegangan di Irak Memuncak: Iran Tutup Perbatasan, Kuwait Panggil Pulang Warganya
Menurut kantor berita KUNA, PM Kuwait mengundurkan diri dari jabatannya karena terjadi kebuntuan antara pemerintah dan parlemen terpilih. Menteri Negara untuk Urusan Kabinet Barrak Al-Shaitan mengatakan kebuntuan terjadi dalam berbagai masalah dengan otoritas legislatif selama sesi pertama masa jabatan legislatif ke-17 Majelis Nasional. Ia yakin putra mahkota segera kan mengambil tindakan yang diperlukan untuk kepentingan negara.
Putra Mahkota Sheikh Meshal al-Ahmad Al-Sabah, yang telah mengambil alih sebagian besar tugas emir, tahun lalu menunjuk Sheikh Ahmad sebagai perdana menteri. Ia menyerukan pemilihan legislatif awal setelah membubarkan parlemen sebelumnya untuk mengakhiri perseteruan yang menghambat reformasi fiskal.
Ketegangan baru-baru ini muncul kembali antara parlemen dan pemerintah, yang disumpah pada Oktober lalu, saat anggota parlemen mendesak RUU keringanan utang. Aturan itu berisi negara akan membeli pinjaman pribadi warga negara Kuwait dan berusaha menanyai dua menteri.
"Perdana menteri mengajukan pengunduran diri kepada putra mahkota akibat hubungan dari antara otoritas eksekutif dan legislatif," menurut laporan media pemerintah KUNA yang mengutip pernyataan kabinet.
Parlemen telah dijadwalkan untuk bersidang pada Selasa.
Menurut Kepala Komite Urusan Keuangan dan Ekonomi Parlemen, MP Shuaib Al Muwaizri, dalam sebuah posting Twitter pada Minggu bahwa keringanan utang pribadi akan tetap di atas meja sampai pemerintah secara resmi adanya alternatif yang adil untuk meningkatkan upah, pensiun dan bantuan sosial untuk warga Kuwait.
Kuwait adalah negara penghasil minyak Teluk yang kaya. Negara itu telah berusaha memperkuat keuangannya sebagai bagian dari reformasi struktural, termasuk undang-undang utang yang akan memungkinkan negara memanfaatkan pasar internasional. Namun langkah ini menghadapi kebuntuan legislatif.
Pertikaian politik selama bertahun-tahun menghambat investasi dan reformasi di Kuwait, yang sangat bergantung pada pendapatan minyak. Kuwait memiliki sistem kesejahteraan yang luas dan sekitar 80 persen warganya bekerja di sektor publik. Penduduk Kuwait berjumlah kurang dari sepertiga dari populasi 4,6 juta orang.
Kepemimpinan Kuwait telah mencoba mengatasi perselisihan politik dengan menanggapi tuntutan utama oposisi termasuk memberikan amnesti kepada pembangkang politik, memberantas dugaan korupsi dan merestrukturisasi beberapa lembaga kunci. (Arab News|Tempo)