Antony Blinken Desak Negara-negara Demokrasi Agar Gunakan Teknologi untuk Membantu Warganya
pada tanggal
31 Maret 2023
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, pada Kamis (30/1), mendesak negara-negara demokrasi di seluruh dunia untuk bekerja sama guna memastikan teknologi digunakan untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan melawan upaya rezim otoriter yang menggunakannya untuk menekan, mengontrol, dan memecah belah warga negaranya.
Blinken menyampaikan perihal tersebut ketika memimpin diskusi tentang “Memajukan Demokrasi dan Kebebasan Internet di masa Digital.” Sesi itu merupakan bagian dari KTT untuk Demokrasi yang digagas Presiden Joe Biden. KTT itu merupakan pertemuan para pemimpin yang sebagian besar dilakukan secara virtual pada pekan ini dari Departemen Luar Negeri di Washington, DC.
Blinken mengatakan, dunia berada pada titik di mana teknologi "mengatur ulang kehidupan dunia" dan mencatat bahwa banyak negara menggunakan teknologi kini untuk memajukan prinsip-prinsip demokrasi dan membuat hidup lebih baik bagi warganya.
Blinken memberi sejumlah contoh seperti yang terjadi di Maladewa, di mana sidang pengadilan diadakan secara daring; Malaysia yang menggunakan internet untuk mendaftarkan 3 juta pemilih baru pada tahun lalu; dan di Estonia, di mana layanan pemerintah diberikan dengan lebih cepat dan lebih sederhana.
Pada saat yang sama, Blinken mengatakan internet semakin banyak digunakan untuk menyebarkan disinformasi dan memicu perbedaan pendapat. Ia menambahkan AS dan mitra demokrasinya harus menetapkan aturan dan norma untuk mempromosikan internet yang terbuka, bebas, dan aman.
Sejak konferensi tersebut dimulai pada awal minggu ini, Gedung Putih telah menekankan keinginan AS untuk membuat "teknologi bekerja dan bukan menentang demokrasi."
Pada Rabu (29/3), sejumlah perdana menteri dari delapan negara di Eropa menandatangani sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada para pimpinan perusahaan media sosial, meminta mereka untuk lebih agresif dalam memblokir penyebaran informasi palsu pada platform masing-masing. Pemimpin yang menandatangani surat tersebut adalah perdana menteri Ukraina, Moldova, Polandia, Republik Ceko, Estonia, Latvia, Lithuania, dan Slovakia. (VOA)