Iran dan Arab Saudi Kembali Bangun Hubungan Diplomatik
pada tanggal
11 Maret 2023
BEIJING, LELEMUKU.COM - Iran dan Arab Saudi, Jumat (10/3) sepakat untuk kembali membangun hubungan diplomatik dan membuka kedutaan setelah ketegangan bertahun-tahun antara kedua negara, di antaranya karena serangan menghancurkan terhadap pusat produksi minyak Saudi yang dikaitkan dengan Teheran.
Kesepakatan itu dicapai di Beijing pekan ini di tengah-tengah acara seremonial Kongres Rakyat Nasional China. Ini merupakan kemenangan diplomatik besar bagi China ketika negara-negara Teluk Arab menganggap AS perlahan-lahan menarik diri dari kawasan Timur Tengah yang lebih luas. Kesepakatan ini juga dicapai sementara para diplomat telah berusaha untuk mengakhiri perang bertahun-tahun di Yaman, konflik dengan keterlibatan Arab Saudi dan Iran yang sangat dalam.
Kedua negara merilis pernyataan bersama mengenai kesepakatan itu dengan China, yang tampaknya memperantarai perjanjian tersebut. Media pemerintah China tidak segera melaporkan kesepakatan itu.
Media pemerintah Iran mengunggah foto-foto dan video pertemuan di China. Unggahan itu memperlihatkan Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, bersama dengan penasihat keamanan nasional Saudi, Musaad bin Mohammed al-Aiban dan Wang Yi, diplomat paling senior China.
“Setelah menerapkan keputusan, para menteri luar negeri kedua negara akan bertemu untuk mempersiapkan pertukaran duta besar,” kata televisi pemerintah Iran. Ditambahkan bahwa pembicaraan itu telah diadakan selama empat hari.
Pernyataan bersama mereka menyerukan agar pembangunan kembali hubungan dan pembukaan kembali kedutaan besar terjadi “dengan periode maksimum dua bulan.”
China dukung penuh kesepakatan
Dalam rekaman yang ditayangkan media Iran, Wang terdengar menyampaikan “ucapan selamat sepenuh hati” atas “kearifan” kedua negara. “Kedua pihak telah menunjukkan ketulusan,” ujarnya. “China mendukung sepenuhnya kesepakatan ini.”
China, yang baru-baru ini menerima Presiden Iran Ebrahim Raisi yang berhaluan keras, adalah pembeli utama minyak Saudi. Presiden Xi Jinping, yang baru meraih masa jabatan ketiga sebagai presiden pada Jumat pagi, mengunjungi Riyadh pada Desember lalu untuk menghadiri pertemuan dengan negara-negara Teluk Arab yang kaya minyak, yang penting untuk memasok energi bagi China.
Kantor berita pemerintah Iran IRNA mengutip Shamkhani yang menyebut pembicaraan berlangsung “jelas, transparan, komprehensif dan konstruktif.”
“Menyingkirkan kesalahpahaman dan memiliki pandangan berorientasi masa depan dalam hubungan antara Teheran dan Riyadh jelas akan menyebabkan peningkatan keamanan dan stabilitas regional, selain meningkatkan kerja saja antara negara-negara Teluk Persia dan dunia Israel untuk menghadapi berbagai tantangan masa kini,” kata Shamkhani sebagaimana dikutip kantor berita itu.
Tidak lama setelah pengumuman oleh pihak Iran, media pemerintah Saudi mulai menerbitkan pernyataan yang sama.
Kedua negara sepakat hormati kedaulatan
Kantor berita Reuters menyebutkan bahwa kesepakatan antara Teheran dan Riyadh mencakup afirmasi mereka mengenai penghormatan terhadap kedaulatan negara-negara dan untuk tidak mencampuri urusan internal.
Mereka juga sepakat untuk mengaktifkan perjanjian kerja sama keamanan yang ditandatangani pada tahun 2001, serta perjanjian terdahulu lainnya mengenai perdagangan, ekonomi dan investasi.
Kelompok Houthi merebut ibu kota Yaman, Sanaa pada September 2014 dan memaksa pemerintah yang diakui internasional untuk mengasingkan diri di Arab Saudi. Koalisi pimpinan Saudi, yang dilengkapi dengan senjata dan intelijen AS, memasuki perang itu dengan berpihak pada pemerintah Yaman di pengasingan pada Maret 2015. Perang bertahun-tahun di sana telah menciptakan bencana kemanusiaan dan mendorong negara termiskin di dunia Arab itu ke ambang kelaparan.
Gencatan senjata enam bulan dalam perang Yaman, yang terlama dalam konflik itu, berakhir pada Oktober lalu terlepas dari upaya-upaya diplomatik untuk memperpanjangnya. Ini menyebabkan kekhawatiran perang akan meningkat. Lebih dari 150 ribu orang telah terbunuh di Yaman dalam pertempuran, termasuk lebih dari 14.500 warga sipil. (VOA)