Pertemuan Bersama di Korea, Negara-negara ASEAN Perkuat Keamanan Nuklir
pada tanggal
23 Maret 2023
JAKARTA, LELEMUKU.OM - Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) secara rutin mengumpulkan badan-badan pengawas di kawasan ASEAN untuk membicarakan isu keamanan nuklir. Tahun ini, keamanan pengggunaan zat radioaktif dibicarakan secara khusus dalam pertemuan yang digelar di Korea Selatan, 14-16 Maret 2023.
Dalam pertemuan ini, Indonesia diwakili oleh Dr Nanang Triagung Edi Hermawan, Pejabat Pengawas Radiasi Madya, Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
“Secara khusus, bagian keamanan nuklir yang dibahas pada pertemuan, terkait dengan keamanan zat radioaktif. Bagaimana penggunaan zat radioaktif itu dapat digunakan dengan aman, tidak dicuri, tidak disabotase, ataupun diambil alih secara tidak sah, oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Nanang ketika berbicara kepada VOA, Kamis (23/3).
ASEAN sendiri memiliki badan khusus yang berfokus pada masalah atom, yaitu The ASEAN Network of Regulatory Bodies on Atomic Energy atau ASEANTOM.
“Badan pengawas di negara ASEAN itu berkolaborasi untuk memperkuat sistem keamanan zat radioaktif di negara masing-masing,” tambah Nanang.
Dia juga menjelaskan, pertemuan kemarin merupakan pertemuan IAEA untuk mengevaluasi program atau kegiatan ASEANTOM. IAEA memfasilitasi pendanaan, sedangkan Korea Selatan melalui Korean Institute of Nuclear Safety atau KINS dipilih sebagai tuan rumah karena sistem keamanan nuklirnya dinilai bagus dan mapan untuk tingkat global.
ASEANTOM sepakat mengevaluasi program-program yang sudah direncanakan dan dilaksanakan dalam tiga tahun terakhir. Di samping itu, pertemuan juga digelar dalam rangka merencanakan program-program lanjutan untuk memperkuat sistem keamanan zat radioaktif di setiap negara ASEAN, setidaknya untuk empat tahun ke depan.
Pertemuan kali ini juga digelar tepat 20 tahun, setelah IAEA mengesahkan Code of Conduct for the Safety and Security of Radioactive Sources. Badan tenaga atom ini menilai keberadaan sebuah code of conduct penting, pasca peristiwa serangan menara WTC pada 11 September 2001. Dunia dinilai harus menghindari penyalahgunaan nuklir dari tindak kejahatan, seperti terorisme, dan karena itulah dibutuhkan sebuah panduan penggunaannya secara global.
Indonesia sendiri termasuk salah satu negara pertama yang menerapkan itu melalui regulasi nasional, dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 33/2007, tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif.
“Di ASEAN, Indonesia menjadi pioneer yang mengadopsi code of conduct IAEA. Tahun 2004-2005, kita bekerja sama dengan Departemen Energi Amerika Serikat (USDoE), mengadopsi dan mengembangkan code of conduct sebagai bagian dari peraturan pemerintah kita,” tutur Nanang.
“Hubungan ekonomi AS-Indonesia berkembang pesat, dan di Bali minggu ini kami melihat beberapa hasil nyata dari kemitraan kita. Ini merupakan tonggak penting dalam upaya Indonesia mencapai tujuan iklimnya dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Y. Kim.
Melalui perjanjian ini, USTDA memberikan hibah ke PT PLN Indonesia Power untuk membantu menilai kelayakan teknis dan ekonomi, PLTN yang diusulkan dibangun di Kalimantan Barat. Termasuk di dalamnya adalah rencana pemilihan lokasi, rancangan pembangkit listrik dan sistem interkoneksi, penilaian dampak lingkungan dan sosial awal, penilaian risiko, perkiraan biaya, dan tinjauan peraturan.
PT Indonesia Power memilih NuScale Power OVS, LLC (NuScale) yang berbasis di Oregon untuk melakukan pendampingan, melalui anak perusahaannya, Fluor Corporation yang berbasis di Texas dan JGC Corporation di Jepang.
Sedangkan untuk limbah tingkat tinggi, Indonesia belum mengelola karena high level radioactive trash dihasilkan oleh PLTN, yang sampai saat ini belum dibangun. Meski begitu, seluruh pihak terkait harus memberikan perhatian, karena kemampuan mengolah dan fasilitas penyimpanan limbah tingkat tinggi, harus sudah tersedia sebelum PLTN dibangun.
Rohadi Awaludin, Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir, BRIN menyebut dua peristiwa penting pekan ini di sektor pemanfaatan nuklir di Indonesia. Pertama adalah kunjungan delegasi IAEA untuk melihat secara langsung kesiapan Indonesia memanfaatkan nuklir di sektor kesehatan. Kedua adalah kerja sama Indonesia-Amerika Serikat, khususnya dengan PT PLN Indonesia Power.
“Mudah-mudahan ini akan mengawali atau menjadi daya dorong besar dalam pemanfaatan nuklir energi di Indonesia. Ketika itu mulai bergerak, tentu nanti kesiapan teman-teman di bidang teknologi limbah ini menjadi penting, untuk mendukung kegiatan tersebut,” paparnya. (VOA)