AS Ajukan Dakwaan terkait Pos Rahasia Polisi China
pada tanggal
18 April 2023
ALBANY, LELEMUKU.COM - Pejabat penegak hukum federal mengumumkan dakwaan terkait dengan tiga skema "penindasan transnasional" yang terpisah pada konferensi pers di kota New York, Senin (17/4).
Dalam skema pertama, "Harry" Lu Jianwang dan Chen Jinping – keduanya warga kota New York – dituduh membuka dan mengoperasikan kantor polisi luar negeri ilegal di kawasan Manhattan untuk Kementerian Keamanan Publik China. Kementerian itu bertindak sebagai polisi nasional China.
Kedua pria itu ditangkap Senin pagi dan dijadwalkan untuk hadir di pengadilan pada sore hari.
Keberadaan kantor polisi itu, salah satu dari 100 lebih yang diduga dioperasikan China di seluruh dunia, terungkap tahun lalu. Direktur FBI Christopher Wray berjanji untuk menghentikan aktivitas ilegal tersebut.
Kantor polisi yang diduga beroperasi di luar gedung perkantoran di kawasan Chinatown di kota New York tersebut, ditutup pada musim gugur 2022 setelah para operatornya mengetahui penyelidikan FBI, kata para pejabat.
Dua tuntutan pidana lainnya yang dibuka pada hari Senin, menuntut 44 terdakwa dengan berbagai kejahatan terkait dengan upaya polisi nasional China untuk melecehkan warga negara China di kota New York dan di tempat lain di negara-negara PBB.
Para terdakwa termasuk 40 petugas polisi metropolitan dan dua pejabat di Kantor Siber China, kata Departemen Kehakiman.
Menurut dokumen dakwaan itu, para terdakwa menggunakan akun media sosial palsu untuk “melecehkan dan mengintimidasi” pembangkang China di perantauan.
Selain itu, mereka dituduh "menekan" kebebasan berbicara para pembangkang China di platform teknologi AS.
“Kasus-kasus ini menunjukkan sejauh mana pemerintah China akan membungkam dan melecehkan orang-orang AS yang menggunakan hak fundamentalnya untuk berbicara menentang penindasan China, termasuk secara tidak sah mengeksploitasi perusahaan teknologi yang berbasis di AS,” kata Asisten Jaksa Agung Matthew G. Olsen dalam sebuah pernyataan.
“Tindakan ini melanggar hukum kita dan merupakan penghinaan terhadap nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia kita.” (VOA)