Mahfud Md Sebut Pemerintah akan Lakukan Tiga Tindakan Tangani Ponpes Al Zaytun
pada tanggal
26 Juni 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil tiga langkah untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait polemik Pondok Pesantren Al Zaytun. Langkah-langkah tersebut mencakup proses tindak pidana, penataan administrasi, dan menjaga situasi keamanan agar tetap kondusif.
Untuk dugaan pidana, kata Mahfud, laporan yang menyasar individu-individu tersebut akan ditindaklanjuti Polri. Kendati, Mahfud belum menjelaskan pasal-pasal pidana yang akan digunakan untuk menjerat individu-individu tersebut.
"Polri akan mengambil tindakan, karena dari semua pintu yang masuk laporan, dugaan pelanggaran pidananya sudah sangat jelas dan unsur-unsurnya sudah diidentifikasi, tinggal diklarifikasi di pemeriksaan," jelas Mahfud MD, Sabtu (24/6/2023).
Adapun terkait sanksi administrasi, Mahfud menjelaskan pemerintah akan melakukan penataan terhadap Yayasan Pendidikan Islam yang menyelenggarakan Ponpes Al Zaytun dan sekolah (madrasah). Tindakan administrasi ini akan dilakukan dengan mengedepankan perlindungan terhadap santri atau murid. Sedangkan untuk keamanan dan ketertiban sosial, Mahfud akan menyerahkannya kepada pemerintah provinsi, Polri, dan para pemangku kepentingan di Jawa Barat.
"Kita pasrahkan yang di lapangan, tolong dikoordinasikan dengan seluruh aparat kalau perlu pusat dalam hal-hal tertentu kita buka jalur dengan Gubernur Jawa Barat," tambah Mahfud.
Mahfud sendiri menggelar rapat dengan gubernur Jawa Barat, Kementerian Agama, Polri dan sejumlah lembaga terkait di Jakarta, Sabtu (24/6/2023) mengenai Ponpes Al Zaytun. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan pihaknya telah melaporkan perkembangan hasil tim investigasi terkait polemik tersebut kepada Mahfud Md. Menurut Ridwan Kamil, investigasi dilakukan dengan mewawancarai pihak Al Zaytun dan menggali data di lapangan yang menjadi polemik di masyarakat.
"Sudah disampaikan rekomendasi-rekomendasi yang tentu berdampak aspek hukum, aspek administrasi, dan aspek keamanan sosial di wilayah Indramayu, Jawa Barat," ucap Ridwan Kamil di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Sabtu (24/6/2023).
Polemik tentang kehidupan beragama di Ponpes Al Zaytun menjadi buah bibir di media sosial dalam beberapa pekan terakhir. Salah satu kegaduhan yang mencuat adalah dicampurnya jemaah perempuan dengan laki-laki di saat melaksanakan ibadah salat.
Polemik ini kemudian berlanjut dalam aksi menolak dan mendukung yang dilakukan kedua kubu di sekitar Ponpes Al Zaytun. Mengutip Kantor Berita Antara, Dewan Pimpinan Pusat Forum Advokat Pembela Pancasila juga telah melaporkan pemimpin Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang, ke Bareskrim Mabes Polri pada Jumat (23/6). Panji dilaporkan terkait dugaan ujaran kebencian bermuatan suku, ras, agama dan antargolongan atau SARA dan penistaan agama, sebagaimana diatur Pasal 156 a KUHP.
Tindakan Komprehensif dan Adil
Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mendorong pemerintah untuk melakukan investigasi yang komprehensif terkait polemik Ponpes Al Zaytun. Menurutnya, langkah yang diambil pemerintah harus berdasarkan bukti faktual, berlandaskan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Investigasi yang bersifat komprehensif, dan bukan sekadar reaktif-populis, mendesak untuk dilakukan. Sebab, polemik Al Zaytun cukup lama dan berulang, sejak ponpes itu berdiri pada 1994 di atas lahan sangat luas sekitar 1.200 hektar," kata Halili kepada VOA, Minggu (25/6/2023).
Halili menambahkan pemerintah hendaknya tidak masuk terlalu dalam polemik pelabelan sesat pandangan dan ajaran keagamaan yang berkembang di Ponpes Al Zaytun. Menurutnya, pandangan dan ajaran keagamaan cukup menjadi perdebatan tokoh dan lembaga keagamaan terkait. Dia menekankan bahwa pemerintah tidak boleh meletakkan hukum negara di bawah pandangan dan fatwa lembaga keagamaan tertentu.
"Setara Institute mengingatkan bahwa polemik Al Zaytun juga berkenaan dengan hak-hak atas pendidikan serta hak-hak atas perlindungan diri, integritas, dan keamanan warga negara di dalamnya, terutama 7000-an santri dan peserta didik di sana," tambahnya. (VOA)