Para Aktivis HAM Kecam China karena Abaikan Pengungsi Korea Utara
pada tanggal
16 Juni 2023
PYONGYANG, LELEMUKU.COM - Para aktivis hak asasi manusia dan mantan pejabat menuduh Beijing melanggar hukum China dan internasional, dengan menempatkan ribuan pengungsi Korea Utara dalam bahaya.
Sekitar 2.000 pengungsi Korea Utara ditahan di perbatasan China sambil “menunggu repatriasi paksa dalam waktu dekat” oleh pemerintah China yang menolak untuk melindungi mereka, kata anggota DPR AS Chris Smith, ketua Komisi Eksekutif Kongres untuk Urusan China (CECC).
Komisi tersebut mengadakan sidang, pada Selasa (13/6), untuk membahas nasib warga Korea Utara yang ditahan oleh Beijing sejak perbatasan antara kedua negara ditutup selama pandemi. Repatriasi bagi warga Korea Utara berarti mereka akan mengalami penyiksaan, kerja paksa di kamp-kamp yang menghasilkan pendapatan ekspor bagi rezim Pyongyang, atau kematian.
Jumlah pengungsi Korea Utara yang ditahan oleh China bisa lebih tinggi karena jumlah yang dikutip oleh Smith pertama kali dikutip pada tahun 2022 oleh Elizabeth Salmon, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Korea Utara.
“China telah gagal memberikan perlindungan kepada pengungsi Korea Utara sebagaimana diwajibkan di bawah hukum domestik, hukum internasional, dan prinsip-prinsip kemanusiaan,” kata Ethan Hee-seok Shin, seorang analis hukum di Kelompok Kerja Keadilan Transisi yang berbasis di Seoul. Dia berbicara dengan VOA Korea sebelum bersaksi pada sidang hari Selasa.
China menganggap pengungsi Korea Utara sebagai imigran ilegal. Korea Utara menganggap mereka yang melarikan diri dari negara yang represif itu sebagai pengkhianat. Rezim Korea Utara menyangkal kebebasan berbicara, beragama, bergerak atau berkumpul.
PBB mendefinisikan pengungsi sebagai mereka yang terpaksa meninggalkan negara mereka karena mengalami penganiayaan, perang atau kekerasan.
Pemulangan besar-besaran sekitar 2.000 warga Korea Utara yang berada di China sementara mereka berusaha mencapai negara ketiga dapat berarti krisis kemanusiaan dan hak asasi manusia, menurut CECC. (VOA)