PM Banjamin Netanyahu akan Tetap Desakkan Reformasi Peradilan Israel
pada tanggal
19 Juni 2023
YERUSALEM, LELEMUKU.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Minggu (18/6) mengatakan bahwa pemerintahannya bermaksud melanjutkan rencana kontroversial untuk mengubah sistem peradilan negara itu. Tekad tersebut disampaikannya setelah pembicaraan untuk menemukan solusi kompromi, tampaknya runtuh.
Rencana pemerintah merombak peradilan membuat Israel terjerumus ke dalam salah satu krisis domestik terburuk awal tahun ini. Negosiasi antara pemerintah dan partai-partai oposisi agak meredakan krisis dengan upaya menemukan jalan tengah pada usul perubahan sistem peradilan negara.
Pembicaraan itu mandek minggu lalu karena krisis seputar komisi reguler yang kuat yang bertanggung jawab untuk memilih hakim negara. Para pemimpin oposisi mengatakan negosiasi dibekukan sampai komisi tersebut dibentuk.
Pada pertemuan Kabinetnya, Minggu, Netanyahu mengatakan oposisi tidak bernegosiasi dengan itikad baik. Pemerintah, kata Netanyahu, dengan hati-hati tetap akan merombak peradilan.
“Kami akan bersidang minggu ini. Dan, kami akan, minggu ini, memulai langkah-langkah praktis. Kami akan melakukannya secara terukur, secara bertanggung jawab, tetapi sesuai mandat yang kami terima untuk melakukan koreksi pada sistem peradilan,” tandasnya.
Netanyahu menunda perombakan tersebut pada Maret lalu setelah protes massal meletus untuk menentangnya.
Keputusan untuk tetap melakukan perubahan kemungkinan akan menimbulkan ketegangan dan memicu gerakan protes yang terus terjadi setiap Sabtu, meskipun rencana itu dihentikan sementara.
Pemimpin oposisi Yair Lapid mengatakan, “Pengumuman Netanyahu bahwa dia berniat akan secara sepihak tetap merombak undang-undang tersebut, akan sangat merugikan ekonomi, akan membahayakan keamanan, dan memecah belah rakyat Israel. Bukannya memecat Yariv Levin, Netanyahu malah membubarkan Negara Israel. Kami akan bertarung dengan anggota koalisi Knesset untuk memastikan ini tidak terjadi."
Pemerintahan Netanyahu, yang terdiri dari partai-partai ultranasionalis dan ultrarelijius, menghadapi tentangan keras atas rencana perombakan tersebut ketika diumumkan awal tahun ini.
Kalangan ekonom terkemuka, pejabat tinggi hukum, dan mantan pejabat pertahanan memperingatkan konsekuensi berbahaya bagi masa depan negara. Bahkan sekutu internasional utama Israel, Amerika Serikat, menyatakan keprihatinannya.
Pemerintah mengatakan rencana itu perlu untuk mengembalikan kekuasaan kepada pejabat terpilih dan melemahkan, apa yang dikatakannya, adalah intervensi Mahkamah Agung.
Pengecam mengatakan rencana itu akan merusak sistem check and balances Israel yang rumit dan mendorong negara itu ke arah otoritarianisme. (VOA)