Program Visa AS untuk Warga Afghanistan Mandek
pada tanggal
09 Juni 2023
KABUL, LELEMUKU.COM - Hampir dua tahun sejak Amerika Serikat mengevakuasi sekitar 124.000 orang dari Afghanistan, puluhan ribu warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah AS masih terjebak di negara itu, menghadapi ketakutan akan penganiayaan dari Taliban.
Lebih dari 152.000 warga Afghanistan yang mengatakan bahwa mereka telah bekerja untuk pihak militer Amerika Serikat di Afghanistan sebelum Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, telah mengajukan permohonan untuk program Visa Imigrasi Khusus (SIV). Hingga Mei, sekitar 17.000 permohonan SIV masih berada dalam program resmi kongres.
“Setiap hari yang dilalui sekutu kita di Afghanistan adalah hari di mana mereka berada dalam bahaya yang ekstrem,” kata Andrew Sullivan, direktur advokasi untuk No One Left Behind, organisasi amal yang mendukung warga Afghanistan dan Irak yang bekerja untuk militer AS dalam dua dekade terakhir.
Sullivan mengatakan organisasinya telah mendokumentasikan dan akan segera merilis sebuah laporan mengenai "kekerasan pembalasan yang bersifat sistemis yang dilakukan oleh Taliban terhadap para pelamar SIV" di Afghanistan.
Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi program SIV, dua senator Amerika Serikat, Jeanne Shaheen dan Roger Wicker, memperkenalkan Undang-Undang Perlindungan Sekutu Afghanistan 2023. Undang-undang tersebut bertujuan mengesahkan 20.000 SIV tambahan hingga 2029, bersama reformasi administratif lainnya.
Arash Azizzada, salah satu pendiri Afghans for a Better Tomorrow, organisasi nonpemerintah yang berbasis di AS, mengatakan organisasinya saat ini menyokong 200 pencari suaka asal Afghanistan di AS, dan di antara jumlah tersebut adalah mereka yang mendaftar untuk mendapatkan SIV dan menemui hambatan dalam proses pengajuan visanya. Kondisi tersebut membuat para pencari suaka itu harus menempuh perjalanan yang panjang dari Afghanistan menuju AS dengan melalui wilayah Amerika Selatan.
Lebih dari setengah aplikasi SIV gagal karena berbagai alasan, termasuk ketiadaan dokumentasi untuk membuktikan bahwa mereka pernah bekerja untuk AS setidaknya selama satu tahun. Program tersebut juga dilanda kelambanan administrasi. (VOA)