Koalisi LSM Soroti Proses Pengadaan Tanah Kantor Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan
Dalam pengantar siaran pers, dijelaskan bahwa tanah memiliki makna yang kompleks bagi masyarakat adat di Papua Pegunungan. Selain aspek ekonomi, tanah juga memiliki nilai religius, budaya, sosial, dan politik. Bagi masyarakat adat, tanah dianggap sebagai "ibu" yang memberikan kehidupan dan kekayaan alam. Oleh karena itu, pemahaman tentang tanah tidak boleh hanya berfokus pada aspek ekonomi semata.
Kronologi permasalahan dimulai sejak pertengahan tahun 2022, ketika pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri merencanakan pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan di Walesi, yang didiami oleh suku-suku dari wilayah tersebut. Namun, proses pengadaan tanah yang dilakukan oleh pemerintah dianggap tidak transparan dan tidak melibatkan semua pemilik tanah dan pemangku kepentingan seperti yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.
Dugaan adanya kesepakatan tanah adat yang tidak melibatkan semua pemilik tanah, serta janji-janji ganti rugi yang tidak jelas, juga menjadi perhatian dalam siaran pers ini. Selain itu, sebagian lokasi tanah yang akan digunakan untuk pembangunan kantor provinsi memiliki sejarah yang kompleks dan merupakan lahan yang memberikan manfaat ekonomis dan religius bagi masyarakat setempat.
Berdasarkan hal tersebut, Koalisi LSM merekomendasikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Papua Pegunungan agar mengacu pada ketentuan hukum terkait pengadaan tanah untuk pembangunan umum. Mereka juga menyerukan transparansi, keterlibatan semua pemilik tanah, serta pendekatan yang menghormati nilai-nilai adat dalam penyelesaian masalah ini.
Tuntutan ini diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk memperhatikan aspek-aspek kemanfaatan, keadilan, dan kemanusiaan dalam proyek pembangunan kantor pemerintahan di Papua Pegunungan. (Olemah)