Luhut Pandjaitan Pastikan Indonesia Luncurkan Bursa Karbon di September 2023
pada tanggal
25 Juli 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan penerapan bursa karbon merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai target nol emisi karbon di tahun 2060.
Bursa karbon adalah pemberian harga atau valuasi atas emisi gas rumah kaca atau karbon, yang kelak menjadi mekanisme transaksi dan bentuk kompensasi dari suatu entitas yang telah menghasilkan emisi gas rumah kaca dengan melakukan mitigasi untuk menurunkan emisi di tempat lain.
“Kami berencana meluncurkan perdagangan karbon pada September 2023, sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan dan untuk mencapai target nol emisi pada 2060 atau lebih awal,” ungkap Luhut dalam acara penandatanganan “Implementing Arrangement (IA) UK PACT Carbon Pricing,” di Jakarta, Senin (24/7).
Ia menjelaskan, nantinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan mengawasi kegiatan perdagangan bursa karbon tersebut di Tanah Air. Meski akan diluncurkan dalam waktu dekat, Luhut tidak berbicara banyak terkait harga dari karbon itu sendiri. Menurutnya, hal ini masih digodok oleh pemerintah.
Dalam kesempatan ini, Luhut juga menyebutkan perkiraan nilai perdagangan karbon di dalam negeri ini memiliki nilai yang cukup besar yakni diperkirakan bisa mencapai USD1 miliar-USD15 miliar per tahunnya.
“Saya kira langkah kongkret kita buka carbon market di Indonesia, nilai perdagangannya bisa USD1 miliar-USD15 miliar per tahun,” tuturnya.
Perkiraan tersebut bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, kata Luhut berdasarkan hasil dari berbagai studi disebut bahwa Indonesia berpotensi mampu menyimpan hingga 400 giga ton CO2 lewat depleted reservoir migas dan saline aquifer, yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi emisi di sektor migas.
“Jadi angka yang sangat besar, kita mungkin salah satu negara yang bisa menampung CO2 karena kita punya depleted reservoir dan saline aquifer mencapai 400 gigaton, ini sangat besar,” tuturnya.
Angka tersebut, kata Luhut bisa saja lebih besar mengingat posisi Indonesia yang berada di jalur ring of fire.
Bhima juga menekankan, pemerintah harus berhati-hati terkait dengan teknologi carbon capture and storage (CSS/penangkapan dan penyimpanan karbon), yang masih menjadi polemik di berbagai negara karena belum terbukti efektif.
“Biayanya juga mahal, kalau tidak salah di blok Masela untuk proyek CSS butuh lebih dari USD2 miliar. Artinya apa? Kita masih boleh pake PLTU batu bara padahal ini kontradiksi dengan komitmen penutupan PLTU batu bara, karena dengan CSS, PLTU-nya bisa lebih panjang masa hidupnya. Ini akan muncul beberapa kontradiksi. Jadi kita harus mencermati, teknologi ini apakah bisa jadi solusi atau malah menjadi false solution?,” tambahnya.
Kerja Sama dengan Pemerintah Inggris
Kemenko Maritim dan Investasi pada hari Senin (24/7) meneken kerja sama Pengaturan Pelaksanaan Program Nilai Ekonomi Karbon atau UK PACT (UK Partnering for Accelerated Climate Transitions) dengan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor-Leste Owen Jenkins mengatakan pihaknya mengapresiasi peningkatan kemitraan dengan Indonesia guna mewujudkan mitigasi perubahan iklim yang hemat biaya melalui kerangka kebijakan penetapan harga karbon.
“Kedua negara telah saling berbagi pengalaman dan keahlian satu sama lain dalam nilai ekonomi karbon (NEK) melalui bantuan teknis, pembangunan kapasitas dan pertukaran pengetahuan. Tahun pertama kemitraan ini telah menunjukkan hasil yang signifikan, dalam mendukung Indonesia membangun basis data untuk program NEK. Kami berharap dapat terus mendukung ambisi Net Zero Indonesia di tahun-tahun mendatang,” ungkap Owen. (VOA)