Obat Bius Xylazine Menjadi Inti Masalah Krisis Opioid di Amerika
pada tanggal
01 Juli 2023
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Dampak obat bius xylazine di Kensington, kota Philadelphia, Pennsylvania, sangat kentara. Di daerah itu marak terjadi penyalahgunaan narkoba.
Savage Sisters, yang didirikan oleh Sarah Laurel, adalah kelompok penjangkauan yang memberi perawatan kepada orang-orang yang mengalami kecanduan obat-obatan di Kensington.
Etalase organisasi itu menawarkan pertolongan pertama, fasilitas mandi, pakaian dan makanan ringan untuk kelompok penduduk yang rentan di kawasan tersebut.
Kelompok itu mengatakan, xylazine membawa dampak yang menghancurkan terhadap masyarakat.
“Xylazine adalah obat penenang untuk hewan yang biasa digunakan untuk mengoplos heroin dan fentanil. Di komunitas kami khususnya, zat itu ada di semua fentanyl. Awalnya pengoplosan itu untuk membuat perasaan euforia itu bertahan lebih lama. Obat itu menyebabkan efek sedasi yang tinggi," kata Sarah.
Semakin banyak pengguna narkoba yang datang untuk meminta pertolongan dengan luka parah dan infeksi kulit yang dapat berujung pada pembusukan jaringan dan amputasi.
Hampir dalam semua kasus, xylazine ditambahkan ke dalam fentanil, menjadi opioid kuat yang bisa mematikan dalam jumlah kecil.
Beberapa pengguna mengaku bahwa oplosan yang disebut dengan istilah “tranq” atau “tranq dope” itu memberi efek teler yang lebih lama, seperti heroin, yang sebagian besarnya diproduksi oleh pasar gelap narkoba.
Seperti bahan oplosan lainnya, xylazine juga membawa keuntungan bagi pengedar, karena harganya yang seringkali murah dan lebih mudah didapat ketimbang fentanyl.
Sementara itu, sekelompok petugas kesehatan yang berkeliling menggunakan mobil van berniat mengobati luka kulit yang dialami para pengguna sebelum menjadi parah.
Ellwood Warren, salah seorang pasien yang menerima pengobatan itu, paham dampak xylazine pada kesehatannya.
“Saya tahu apa efek obat ini terhadap saya. Obat ini sungguh memperburuk kondisi kesehatan dan tubuh saya hampir dalam sekejap," ujar Ellwood.
Efek xylazine mudah dikenali, misalnya, pengguna mengalami kondisi lesu, teler dan terkadang pingsan, sehingga membuat mereka rentan dirampok atau dilecehkan.
Dominic Rodriguez adalah seorang tunawisma yang sedang berjuang melawan kecanduan.
Menurutnya, pengguna bisa langsung merasakan akan teler atau tidak saat mengonsumsi heroin atau fentanil, sedangkan jika mengonsumsi xylazine, reaksinya tertunda.
“Saya bisa saja berjalan kaki dan 45 menit kemudian saya masih sadar seperti sekarang, tidak merasakan sensasi apa pun. Reaksinya sangat mendadak dan tiba-tiba. Tahu-tahu saya terbangun, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Semuanya buram. Oh, saya terkapar. Oh, coba saya periksa barang bawaan saya. Semuanya hilang, karena tentu saja, ketika saya terkapar tak sadarkan diri, ada yang merampok dan mengambil barang-barang Anda," tutur Dominic.
Jill Bowen, komisioner departemen kesehatan perilaku Philadelphia, mengatakan semakin banyak luka yang diderita para pengguna menjadi masalah besar karena menghambat mereka untuk menerima perawatan rehabilitasi.
“Karena program rehabilitasi tidak dilengkapi dengan pengobatan luka separah itu, sehingga Anda tidak bisa memasuki porsi perawatan. Oleh sebab itu, jika ada seseorang di luar sana yang siap mengikuti perawatan, Anda harus segera menangani luka itu dengan cepat," kata Jill.
Kota Philadelphia belum lama ini meluncurkan program percontohan, di mana rumah sakit merawat luka pasien, kemudian mengirim mereka langsung ke perawatan kecanduan.
April lalu, pejabat federal mengumumkan bahwa fentanil yang dioplos dengan xylazine sebagai “ancaman baru.” Mereka merujuk pada masalah yang dihadapi Philadelphia dan kota-kota di timur laut AS.
Perkembangan oplosan opioid, stimulan dan obat penenang telah menjadi inti masalah narkoba di AS, mempersulitnya mengelola krisis yang kini memakan lebih dari 100.000 jiwa setiap tahunnya.
Pemerintahan Biden mempertimbangkan untuk mengelompokkan xylazine sebagai zat yang dikendalikan, yang harus dikenai pembatasan ketat sesuai resep dan distribusi, layaknya opioid.
Akan tetapi peraturan tidak menyelesaikan masalah: Ketika regulator AS menindak praktik pengalihan dan pemberian obat penghilang rasa sakit secara berlebihan, seperti OxyConton, sebagian besar orang beralih ke heroin, kemudian fentanil. Kini banyak yang mengatakan bahwa xylazine hanya bagian dari siklus itu. (VOA)