PBB Sebut Pembatasan Bantuan Kemanusian untuk Warga Myanmar Semakin Meningkat
pada tanggal
02 Juli 2023
NAYPYIDAW, LELEMUKU.COM - Laporan hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (30/6) menyebutkan pembatasan bantuan kemanusiaan yang diterapkan junta militer Myanmar semakin meningkat dan bahkan mungkin bisa mengarah menjadi kejahatan perang, karena memperlakukan warga dengan cara merendahkan, kelaparan, dan hukuman kolektif.
Laporan kepala hak asasi manusia PBB mengatakan militer telah membentuk "sistem kontrol menyeluruh" sejak kudeta Februari 2021 dan mengatakan langkah mendesak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan hak fundamental rakyat.
Tentara telah menarget fasilitas medis, membakar toko makanan, menghancurkan sumur air dan bahkan membunuh satu kelompok yang terdiri dari tiga orang terlantar karena mencoba kembali ke desa mereka dan menanam makanan, katanya.
Hingga 40 pekerja bantuan telah tewas di negara itu sejak kudeta, beberapa di antaranya sengaja dijadikan sasaran, katanya.
"Dalam konteks konflik bersenjata, penghalangan atau penolakan bantuan kemanusiaan yang disengaja dapat merupakan kejahatan perang seperti pembunuhan yang disengaja, penyiksaan dan perlakuan merendahkan lainnya, kelaparan, dan hukuman kolektif."
Juru bicara militer Myanmar tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar. Junta membantah menargetkan warga sipil dan mengatakan operasinya melawan "teroris" yang berusaha membuat negara tidak stabil.
Secara keseluruhan, laporan PBB mengatakan setidaknya 3.452 orang tewas di tangan militer dan afiliasinya, dan 21.807 orang telah ditangkap sejak militer mengambil alih hingga April 2023, mengutip "sumber yang dapat dipercaya".
"Pemberi bantuan secara konsisten dihadapkan pada risiko penangkapan, pelecehan atau perlakuan buruk lainnya, atau bahkan kematian," kata juru bicara hak asasi manusia Ravina Shamdasani dalam jumpa pers.
Sekitar 17 juta orang di negara itu atau sekitar sepertiga dari populasi membutuhkan bantuan, kata PBB. Kantor kemanusiaan PBB mengatakan badan-badan tersebut masih kekurangan persetujuan untuk secara langsung memberikan bantuan kepada mereka yang terkena dampak Topan Mocha yang melanda beberapa bagian negara itu pada Mei.
"Mereka (pemimpin militer) mencoba untuk menjual iklim ketakutan untuk menghalangi sebagian besar warga sipil memberikan segala bentuk dukungan baik kepada kelompok bersenjata, atau pada dasarnya menakut-nakuti mereka untuk mendukung atau setidaknya menerima militer. sebagai penguasa negara," kata James Rodehaver, ketua tim Myanmar, dalam pengarahan yang sama. (VOA)