Retno Marsudi Ungkap Delapan Isu Penting akan Dibahas dalam Pertemuan ASEAN
pada tanggal
07 Juli 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Perhelatan ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conference (AMM/PMC) akan digelar di Indonesia mulai 11-14 Juli 2023 di Hotel Shangri-La, Jakarta. Menlu Retno menyatakan pertemuan tersebut akan diikuti oleh 29 negara, ditambah dengan Sekretariat ASEAN, dan Uni Eropa.
“Kehadiran pada tingkat menlu sangat tinggi, regardless beberapa hari sebelum pertemuan akan berlangsung pertemuan tingkat Menteri NATO di Vilnius,” katanya.
Selama empat hari, kata Retno, akan ada 18 pertemuan, termasuk pertemuan ASEAN dengan negara-negara mitra yang turut hadir seperti India, Selandia Baru, Rusia, Australia, China, Jepang, Korea Selatan, Uni Eropa, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat (AS). Pertemuan trilateral antara Ketua ASEAN dengan Norwegia dan Turki juga direncanakan akan berlangsung.
Lebih jauh, Retno mengatakan ada delapan poin yang akan dibahas dalam pertemuan yang fokusnya adalah menjaga stabilitas, perdamaian dan ketahanan ekonomi kawasan tersebut.
Pertama, memperkuat penegakan prinsip-prinsip di ASEAN Charter dan berbagai tata perilaku seperti TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia), SEANWFZ (Southeast Asia Nuclear Weapon-Free) Zone, maupun AOIP (ASEAN Outlook on the Indo Pacific) guna mewujudkan perdamaian, keamanan, stabilitas, dan kemakmuran kawasan.
Kedua, memperkuat confidence building measures (CBM) sambil mulai memperkuat preventive diplomacy.
Ketiga, mendorong Nuclear Weapon States (NWS) untuk akses Protokol Traktat SEANWFZ.
Keempat menyelesaikan pedoman untuk mempercepat penyelesaian negosiasi code of conducts di Laut China Selatan.
Kelima, menyelesaikan pembentukan ASEAN Maritime Outlook. Keenam, membahas kerja sama konkret dalam rangka memperkuat ketahanan pangan, arsitektur kesehatan kawasan, kerja sama maritim dan transisi energi.
Ketujuh, untuk pertama kalinya pertemuan itu akan aengimplementasikan ASEAN Outlook on the Indo Pacific (AOIP) dalam pembicaraan dengan negara-negara mitra, dengan fokus pada pembahasan kerja sama konkret.
“Prinsip utama dalam AOIP adalah inklusivitas dan membangun kerja sama konkret. Oleh karena itu, ASEAN siap melakukan kerja sama dengan mitra manapun dalam rangka implementasi AOIP dan ini tercermin dalam berbagai dokumen ASEAN dengan mitra, baik di tingkat politis maupun tingkat teknis, seperti pembuatan kerja sama yang konkret. Dalam konteks inilah, pada bulan September nanti akan dilakukan ASEAN-Indo Pacific Infrastructure Forum (PIF) dalam mengimplementasikan AOIP,” katanya.
Kedelapan, untuk pertama kalinya juga, ASEAN akan melibatkan IORA dan PIF sebagai bagian dari pelaksanaan AOIP untuk menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan.
“Sebagai tuan rumah dan Ketua ASEAN, Indonesia akan berusaha maksimal agar dialog dan pembahasan selama berlangsungnya AMM/PMC berlangsung konstruktif. Indonesia siap menjembatani semua perbedaan yang muncul dan kita siap mencoba agar pembahasan dapat menghasilkan kerja sama konkret yang akan dapat dibawa ke KTT ke-43 bulan September nanti. Tentunya, dukungan negara anggota ASEAN dan negara mitra ASEAN sangat diharapkan,” tambahnya.
Terus Dorong Dialog Inklusif di Myanmar
Dalam kesempatan kali ini, Retno juga menyampaikan perkembangan seputar isu Myanmar. Menurutnya, sebagai Ketua ASEAN, Indonesia terus berupaya melakukan berbagai pendekatan atau kontak untuk mendorong terjadinya dialognya yang inklusif di Myanmar.
Ia menjelaskan, berbagai pertemuan demi pertemuan dilakukan termasuk dengan Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG), dan Dewan Administrasi Negara (SAC) atau junta militer.
“Dalam waktu hampir tujuh bulan, Indonesia telah melakukan engagement yang sangat intensif dan secara inklusif saya ulangi sangat intensif dan secara inklusif. Seratus sepuluh engagements telah dilakukan, baik berupa pertemuan in person, virtual, maupun melalui percakapan per telepon, termasuk engagement saya secara in person baik dengan Menlu NUG maupun Menlu SAC dalam beberapa kali,” ungkap Retno.
Retno menekankan, dialog inklusif merupakan satu-satunya way forward. Maka dari itu, jika semua pihak menginginkan perdamaian yang durable (di Myanmar, semua pihak luar harus mendorong dilakukannya dialog inklusif di sana.
Selain itu, Indonesia tutur Retno juga melakukan engagements dengan negara-negara tetangga Myanmar dan key players lainnya dengan tujuan utama agar mereka mendukung implementasi Five Point Consensus.
ASEAN, katanya, juga sangat menyayangkan masih meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah menelan korban sipil dan hancurnya fasilitas umum. Ia menegaskan hal ini harus segera dihentikan.
“Semua engagements yang dilakukan Indonesia dengan semua pihak di Myanmar, dorongan untuk menghentikan tindakan kekerasan ini terus disampaikan dan menjadi prioritas," katanya.
"Tanpa penghentian kekerasan, tidak akan ada situasi kondusif. Tanpa situasi kondusif, maka tidak mungkin dapat dilakukan dialog yang inklusif. Tanpa dialog yang inklusif, maka tidak akan ada penyelesaian damai yang diterima semua pihak dan tidak akan ada perdamaian yang durable di Myanmar,” tegas Retno. (VOA)