Paham Papua Nilai Tuntutan ke Anggota TNI Terlibat Pembunuhan di Kuala Kencana Masih Ringan
JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Dalam persidangan kasus penembakan yang menewaskan Eden Bebari dan Ronny Wandik di Papua, Ketua Perkumpulan Pengacara HAM (Paham) Papua, Gustaf R. Kawer SH., M.Si, mengungkapkan keprihatinan atas tuntutan yang dijatuhkan oleh Oditur Militer terhadap anggota TNI yang terlibat dalam pembunuhan.
Persidangan yang berlangsung di Denpasar ini telah memasuki tahap tuntutan, namun tuntutan yang diajukan oleh Oditur Militer dinilai sangat ringan dan kontroversial.
Gustaf R. Kawer menilai bahwa tuntutan yang hanya mengajukan hukuman dua tahun penjara dan pemecatan dari kesatuan bagi para terdakwa Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim sangat tidak proporsional dengan kejahatan yang mereka lakukan. Para terdakwa dijerat dengan dua dakwaan, yakni Pasal 338 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP dan Pasal 170 Ayat (2) Ke-3 KUHP, dengan ancaman hukuman yang jauh lebih berat, yaitu 15 tahun dan 12 tahun penjara.
"Tuntutan Oditur Militer terhadap Para Terdakwa dengan memohon kepada Majelis Hakim menjatuhkan pidana 2 Tahun dan memberi hukuman tambahan di pecat dari kesatuan sangat ringan dan terdapat kesan oditur melindungi Para Pelaku dari jerat pidana yang maximal sesuai dengan dakwaannya, padahal Para Terdakwa Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim di dakwa melakukan Pembunuhan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wandik dengan dua dakwaan," papar dia dalam rilis pers pada Selasa 29 Agustus 2023.
Pentingnya pertimbangan rasa keadilan dan kesetaraan dalam penegakan hukum juga diungkapkan oleh Gustaf R. Kawer. Terdapat disparitas tuntutan terhadap pelaku lain yang terlibat dalam kasus yang sama. Letda Gabriel Bowie Wijaya dan Praka Sugihartono, dari Yonif 711/Rks dan Yonif 712/Wt, yang juga terlibat dalam pembunuhan tersebut, dituntut dengan hukuman 8 tahun dan 7 tahun penjara serta diberhentikan dari kesatuannya. Kasus mereka sudah diputuskan melalui pengadilan militer lain dengan hukuman yang lebih berat.
"Seharusnya Oditur dengan mempertimbangkan fakta dari saksi-saksi yang diajukan untuk Perkara Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim dalam persidangan atas nama Ipda Ramli, S.H, Bripka Zahrir, S.H," lanjut dia.
Pihak keluarga korban juga menyuarakan aspirasi mereka untuk mendapatkan keadilan sesuai dengan kejahatan yang dilakukan terhadap anak dan saudara mereka.
Fakta dari saksi-saksi yang diajukan di persidangan, termasuk keterangan saksi dari kepolisian dan keluarga korban, menunjukkan bahwa para korban bukanlah anggota kelompok bersenjata dan tidak terlibat dalam aktivitas subversif. Mereka adalah warga sipil biasa yang sedang mencari ikan di area sekitar tempat kejadian.
"Ayah dari Ronny Wandik, Jomi Wandik menerangkan hal yang sama, anaknya belum bekerja, sehari-hari membantu aktivitas kegiatan Gereja Kingmi, dia biasa bersama teman-temannya pergi mencari ikan sungai dekat areal Kuala Kencana, Ronny Wandik tindak terlibat atau berafilisasi dengan TPN PB seperti dituduhkan oleh Pihak TNI yang melakukan penembakan. Keterangan saksi-saksi ini di perkuat juga oleh Keterangan saksi-saksi lain yang menerangkan benar terjadi penembakan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wandik di Areal Kuala Kencana Timika," papar Kawer.
Persidangan dengan Agenda Putusan Oleh Pengadilan Militer III-14 Denpasar menurut rencana dilakukan pada hari Senin 28 Agustus 2023, namun karena Majelis Hakim belum siap dengan Putusannya, Persidangan ditunda hingga tanggal 5 September 2023 dengan Agenda Pembacaan Putusan.
Harapan juga diletakkan pada keputusan pengadilan yang diharapkan mampu memberikan vonis yang adil dan setimpal dengan kejahatan yang terjadi, serta mendesak pihak berwenang untuk memastikan bahwa para terdakwa dihukum dengan hukuman yang setinggi-tingginya.
"Kami Kuasa Hukum dari Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia yang merupakan Kuasa Hukum Keluarga Korban Eden Bebari dan Ronny Wandik yang terlibat mendorong dan memantau proses hukum terhadap Pelaku Penembakan ini berharap, Pertama : majelis hakim memutuskan vonis yang berbeda dengan tuntutan oditur militer dengan memberi vonis yang maximal bagi terdakwa Sertu Vicente de Oliviara dan Praka Bahari Muhrim serta memberhentikan para terdakwa dari kesatuannya," ungkap dia.
Kawer juga menyatakan keluarga menyampaikan tuntutan agar proses persidangan ini berjalan secara transparan dan dapat diakses oleh keluarga korban serta masyarakat Papua secara keseluruhan
"Presiden Republik Indonesia, Panglima TNI dan Mahkamah Agung RIBmemastikan persidangan kasus ini berjalan secara transparan, dapat diakses oleh keluarga korban dan seluruh masyarakat di papua serta dapat memastikan juga para terdakwa di hukum dengan hukuman yang seberat-beratnya (maximal) agar dapat memberi rasa keadilan bagi keluarga korban dan seluruh masyarakat di Papua," tutup dia. (Albert Batlayeri)