Ragam Pujian dan Apresiasi Antonio Guterres ke Indonesia di KTT ASEAN
pada tanggal
08 September 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres yang hadir dalam KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memuji Indonesia. Guterres mengatakan bahwa semboyan Indonesia dan inisiatifnya dalam transisi energi patut diapresiasi. Berikut beritanya dihimpun Tempo.
Sekjen PBB sebut semboyan Indonesia dibutuhkan dunia
Guterres menyebut semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika", yang dinilai sangat dibutuhkan penerapannya dalam situasi dunia saat ini.
"Bhinneka Tunggal Ika - Kesatuan dalam keberagaman - bukan hanya motto nasional Indonesia. Ini adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi kita semua," kata Guterres dalam konferensi pers di sela-sela KTT ke-43 ASEAN di Jakarta, Kamis, 7 September 2023.
Dia juga berterima kasih kepada Indonesia dan anggota ASEAN lain yang telah menyediakan lebih dari 5.000 personel penjaga perdamaian untuk bertugas di seluruh dunia.
Dia menghargai peran konstruktif ASEAN dalam bidang perdamaian, khususnya dalam upaya meredakan ketegangan di Laut Cina Selatan hingga Semenanjung Korea dengan mengedepankan dialog dan mendorong penghormatan terhadap hukum internasional.
Ia juga mengatakan, ASEAN sebagai faktor penting bagi persatuan di dunia yang terpecah. "Saya memuji negara-negara anggota ASEAN atas peran penting mereka dalam membangun jembatan penghubung kesepahaman. ASEAN telah menjadi faktor penting bagi persatuan di dunia yang terpecah," kata Guterres.
Keprihatinan atas kondisi dunia yang di ambang batas
Dia mengaku prihatin atas kondisi dunia yang sedang berada di ambang batas akibat serangkaian krisis, mulai dari keadaan darurat iklim yang memburuk dan meningkatnya perang dan konflik, hingga meningkatnya kemiskinan, meluasnya ketidaksetaraan, dan ketegangan geopolitik.
"Untuk itu, kita membutuhkan kerja sama dalam semua bidang," kata dia.
Guterres menekankan bahwa ASEAN dibutuhkan sebagai lembaga multilateral yang dapat menjembatani perbedaan dan membangun kesepahaman.
"Kita membutuhkan hal ini lebih dari sebelumnya di dunia yang semakin terbelah dan membutuhkan lembaga multilateral yang kuat untuk mengikutinya – berdasarkan kesetaraan, solidaritas, dan universalitas," kata Guterres.
Apresiasi Indonesia jadi perintis kemitraan transisi energi
Guterres yang kembali menanggapi tentang transisi energi dalam KTT ke-13 ASEAN-PBB juga mengatakan ASEAN secara unik diposisikan untuk menjadi pemimpin transisi energi yang bersifat global, berkelanjutan, inklusif dan berkeadilan.
"Saya memuji negara-negara anggota ASEAN yang merintis kemitraan transisi energi yang adil, seperti Indonesia dan Vietnam," kata Antonio di Jakarta Convention Center, Kamis, 7 September 2023.
Perlu ambisi besar soal revolusi energi terbarukan
Namun, ia menilai perlu ambisi yang lebih besar agar dunia bisa memulai revolusi energi terbarukan yang adil dan inklusif. Selain itu, ia menekankan perlunya dukungan yang lebih besar terhadap upaya-upaya yang dilakukan.
Sekjen PBB minta ASEAN terus ikut dalam penyelamatan krisis iklim
Dalam hari terakhir KTT ASEAN ke-43, PBB meminta agar ASEAN untuk terus ikut serta melakukan penyelamatan terhadap krisis iklim. Sebab, menurut Antonio, ASEAN merupakan salah satu kawasan yang paling kaya akan keanekaragaman hayati dan sangat rentan terhadap bencana alam.
"Kita masih bisa memanfaatkan dampaknya dan memenuhi tujuan Perjanjian Paris," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sumber daya juga berperan penting dalam tindakan menyelamatkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Karena itu, PBB menyerukan perubahan struktural yang lebih mendalam untuk menjadikan kerangka kerja global. Termasuk sistem Bretton Woods, yang dinilai lebih mewakili realitas ekonomi dan politik saat ini, dan juga lebih responsif terhadap kebutuhan negara-negara berkembang.
Antonio mengaku telah mengajukan pakta solidaritas iklim di mana semua penghasil emisi besar melakukan upaya ekstra untuk mengurangi emisi. Di dalamnya, PBB meminta negara-negara kaya mendukung negara-negara berkembang untuk melakukan hal tersebut. Adapun negara-negara maju didorong untuk mencapai net zero pada 2040. Sedangkan negara-negara berkembang sesegera mungkin pada 2050. (Tempo)