Jepang akan Minta Pengadilan Cabut Status Hukum Gereja Unifikasi
pada tanggal
13 Oktober 2023
TOKYO, LELEMUKU.COM - Pemerintah Jepang, Kamis (12/10) mengatakan pihaknya akan meminta pengadilan untuk mencabut status hukum Gereja Unifikasi setelah pembunuhan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe menimbulkan pertanyaan tentang taktik penggalangan dana dan perekrutan kelompok tersebut.
Menteri Pendidikan Masahito Moriyama mengatakan kementeriannya mengusulkan pencabutan tersebut setelah mewawancarai lebih dari 170 orang yang diduga dirugikan oleh taktik penggalangan dana dan masalah-masalah lainnya. Gereja itu gagal menjawab lusinan pertanyaan selama tujuh penyelidikan, katanya.
Jika status hukumnya dicabut, gereja akan kehilangan hak istimewa pembebasan pajak sebagai organisasi keagamaan namun tetap dapat beroperasi.
Hubungan baik selama puluhan tahun antara gereja yang berbasis di Korea Selatan dan Partai Demokrat Liberal yang berkuasa di Jepang terungkap dalam penyelidikan pembunuhan Abe pada tahun 2022 dan telah memicu kemarahan publik. Pria yang dituduh menembak Abe di sebuah acara kampanye mengatakan kepada polisi bahwa ia termotivasi oleh hubungan mantan perdana menteri tersebut dengan gereja yang telah membuat keluarganya bangkrut karena sumbangan ibunya yang berlebihan.
Gereja Unifikasi yang didirikan oleh pendiri Sun Myung Moon ini memperoleh status hukum sebagai organisasi keagamaan di Jepang pada tahun 1968 di tengah gerakan anti-komunis yang didukung oleh kakek Abe, mantan Perdana Menteri Nobusuke Kishi.
Gereja tersebut telah menghadapi ratusan tuntutan hukum perdata dan mengakui sumbangan yang berlebihan namun mengatakan bahwa masalah tersebut telah diatasi selama lebih dari satu dekade. Mereka juga menjanjikan reformasi lebih lanjut.
Selama beberapa dekade, gereja itu menekan secara kejiwaan para pengikutnya sehingga tidak mampu mengambil keputusam, membuat mereka membeli barang-barang mahal dan menyumbang melebihi kemampuan finansial mereka, yang juga memengaruhi kehidupan keluarga mereka, kata Moriyama.
Taktik-taktik penggalangan dana yang sistematis menimbulkan ketakutan dan kebingungan serta sangat menyimpang dari undang-undang tentang kelompok agama, yang mana tujuan dari status hukum gereja adalah untuk memberikan ketenangan pikiran kepada masyarakat, katanya.
“Aktivitas tersebut merupakan tindakan salah berdasarkan Hukum Perdata dan kerugian yang ditimbulkannya sangat besar,” kata Moriyama.
Badan Urusan Kebudayaan menemukan 32 kasus tuntutan perdata yang mengakui kerugian sebesar 2,2 miliar yen ($14,7 juta) yang dialami 169 orang, sementara jumlah penyelesaian yang dicapai di dalam atau di luar pengadilan berjumlah 20,4 miliar yen ($137 juta) dan melibatkan 1.550 orang, kata Moriyama.
Moriyama mengatakan kementerian akan mengajukan permintaannya ke Pengadilan Distrik Tokyo pada hari Jumat untuk meminta perintah pencabutan status hukum. Prosesnya melibatkan dengar pendapat dari kedua belah pihak dan akan memakan waktu cukup lama.
Jepang mempunyai hambatan dalam membatasi kegiatan keagamaan karena adanya pembelajaran dari penindasan terhadap kebebasan beragama dan berpikir sebelum perang dan masa perang.
Sejak tahun 1970-an, gereja tersebut dituduh melakukan bisnis dan taktik perekrutan yang licik, termasuk mencuci otak para anggotanya agar memberikan sumbangan besar kepada Moon sehingga membahayakan kondisi keuangan mereka. Para ahli mengatakan para pengikutnya di Jepang diminta untuk membayar dosa yang dilakukan oleh nenek moyang mereka selama pemerintahan kolonial Jepang di Semenanjung Korea pada tahun 1910-1945, dan sebagian besar pendanaan gereja itu di seluruh dunia berasal dari Jepang.
Jika pengadilan mengabulkan perintah tersebut, Gereja Unifikasi akan menjadi organisasi keagamaan pertama di Jepang yang kehilangan status hukumnya karena pelanggaran hukum perdata.
Dua kasus sebelumnya melibatkan tuntutan pidana – sekte kiamat Aum Shinrikyo, yang melakukan serangan gas saraf sarin di kereta bawah tanah Tokyo, dan kelompok Myokakuji, yang para eksekutifnya dihukum karena penipuan. (VOA)