Keluarga dan Kerabat Peringati Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan
pada tanggal
02 Oktober 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Keluarga korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan memperingati satu tahun tragedi tersebut pada hari Minggu (1/10).
Sambil memegang foto anggota keluarga atau kerabat mereka yang tewas dalam insiden terinjak-injak itu, mereka berkumpul di luar stadion di Kota Malang, Jawa Timur.
“Karena Kanjuruhan itu adalah TKP, barang bukti dan jangan dihilangkan dulu. Kalau masalah ini sudah selesai, nggak apa-apa Kanjuruhan dibongkar. Kalau masalah ini belum selesai, jangan dulu dibongkar,” kata Rizal Putra Pratama, yang kehilangan ayah dan adik laki-lakinya dalam kejadian tersebut.
Kala itu mereka datang untuk mendukung klub sepak bola Arema Malang.
Tidak hanya ayah dan adik laki-lakinya, 28 hari setelah itu Rizal juga harus kehilangan adik perempuannya yang berusia 13 tahun, Cahaya Meida Salsabila, yang dirawat karena demam berdarah.
Ia mengatakan, kondisi sang adik semakin lemah karena tidak dapat menerima kepergian ayah dan saudara laki-lakinya.
“Saya tetap berjuang sebagaimana mestinya di jalur hukum dan saya menuntut keadilan yang sama sekali saya juga tidak terima, karena saya telah kehilangan ayah dan adik saya. Saya akan tetap perjuangkan, sampai mati pun saya akan tetap perjuangkan,” kata Rizal.
Meski stadion itu telah ditutup dan masyarakat tidak bisa mengakses gerbang tempat terjadinya peristiwa maut itu, masih banyak orang yang berkumpul di luar untuk mendoakan para korban.
Tragedi berdesak-desakan di Stadion Kanjuruhan, Malang itu menjadi salah satu tragedi olahraga terburuk di dunia. Sebanyak 43 anak tewas dan sekitar 580 orang mengalami luka-luka dalam kejadian tersebut.
Kekacauan terjadi setelah Persebaya Surabaya mengalahkan Arema Malang 3-2 pada pertandingan yang disaksikan 42.000 penonton pada 1 Oktober 2022. Polisi menembakkan gas air mata, termasuk ke arah tribun stadion, sehingga menyebabkan kepanikan di antara penonton.
Setahun sejak kejadian tersebut, pengadilan telah menghukum lima dari enam tersangka yang didakwa melakukan kelalaian yang menyebabkan kematian 135 orang itu.
Penyelidikan telah dilakukan oleh kepolisian dan tim independen yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo.
Dua polisi yang awalnya dibebaskan oleh Pengadilan Surabaya kemudian divonis penjara oleh Mahkamah Agung.
Satu divonis dua tahun penjara, sementara satu lainnya dipenjara untuk dua setengah tahun.
Mantan Komandan Brimob Polda Jatim dinyatakan bersalah dan divonis satu setengah tahun penjara, sedangkan mantan petugas keamanan Arema dijatuhi hukuman satu tahun penjara.
Akan tetapi, beberapa kerabat korban mengatakan hukuman tersebut tidak cukup dan mereka terus memperjuangkan keadilan.
Dalam peringatan satu tahun peristiwa maut itu, Amnesty International Indonesia meminta pemerintah menyelidiki dan mengadili semua yang bertanggung jawab.
Organisasi HAM itu juga menyerukan evaluasi terhadap penggunaan kekuatan secara berlebihan, termasuk penggunaan gas air mata. (VOA)