MK Tolak Gugatan Batas Usia Minimum Capres-Cawapres 35 Tahun
pada tanggal
16 Oktober 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/10), menolak secara keseluruhan gugatan uji materi soal batas usia capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). MK menolak syarat usia capres-cawapres diturunkan dari 40 menjadi 35 tahun.
“Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,”ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK.
Dalam pertimbangannya hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra mengatakan pengaturan syarat usia capres dan cawapres merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, yaitu presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Berdasarkan putusan MK ini, pasal 169 huruf q -- undang-undang yang dipersoalkan PSI -- akan tetap berlaku. Pasal ini menentukan bahwa capres dan cawapres harus berusia setidaknya 40 tahun.
MK juga menolak dalil yang diajukan oleh PSI bahwa batas usia 40 tahun bagi capres dan cawapres bertentangan dengan moralitas, rasionalitas dan menimbulkan ketidakadilan
“Frasa berusia 40 tahun dalam pasal 169 huruf q, UU 7/2017 sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara’ tidak melanggar hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, hak memperoleh kesempatan yang sama di hadapan hukum,” ujar Saldi Isra.
Mahkamah Konstitusi juga menolak pemohonan pengujian usia minimal capres dan cawapres yang diajukan oleh Partai garuda dan lima kepala daerah agar menambahkan frasa “atau berpengalaman sebagai penyelenggara negara” ke dalam pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Menurut MK, persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun dikecualikan bagi calon yang memiliki pengalaman sebagai penyelenggaran negara justru menimbulkan diskriminasi dan ketidakadilan karena jenis penyelenggara negara itu beragam.
Dari sembilan hakim yang memutus perkara, ada perbedaan pendapat antara dua hakim konstitusi, yaitu Suhartoyo dan M.Guntur Hamzah.
Surhartoyo berpendapat para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonannya. Oleh karena itu, ia menilai seharusnya MK menegaskan sejak awal bahwa permohonan itu tidak memenuhi syarat formil.
Sementara, hakim konstitusi M. Guntur Hamzah menilai seharusnya permohonan para pemohon dapat dikabulkan sebagian. Dia menimbang faktor historis, normatif, dan empiris atau faktual. Di sejumlah negara, katanya, presiden pernah dijabat oleh mereka yang berusia di bawah 40 tahun.
Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Partai Solidaritas Indonesia Mikhail Gorbachev Don mengaku kecewa atas putusan MK tersebut. Menurutnya putusan MK itu menunjukan tidak diberinya perluang bagi para pemuda untuk bisa ikut maju dalam kontestasi politik di ranah pimpinan tertinggi negara.
Partainya, kata Mikhail, akan terus memperjuangkan anak-anak muda untuk bisa menjadi pemimpin, baik di tingkat kepala daerah maupun kepala negara.
“Saya pikir anak-anak muda harus membuktikan. (Keputusan MK) tadi terlihat sekali bahwa anak-anak muda belum dianggap dewasa. Anak-anak muda belum dianggap, misalnya, mampu menjadi pemimpin-pemimpin nasional,” ujarnya.
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai putusan MK sudah tepat. Pertimbangan MK, kata Firman, lebih kepada hukum dan sejarah serta tidak ada nuansa politik.
“Tapi kalau diperiksa, politisi kita yang umur 35 itu biasanya mengandalkan orangtua, baik dari sisi dana, jaringan dan lain-lain. Belum ada contoh di Indonesia, anak muda maju tanpa embel orangtua atau uang orangtua.,” kata Firman.
Uji materi batas usia minimal capres-cawapres diajukan oleh sejumlah pemohon, termasuk PSI, Partai Garuda dan lima kepala daerah. (VOA)