AS Dorong Perlindungan Global terhadap Ancaman Teknologi AI
pada tanggal
06 November 2023
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Wakil Presiden AS Kamala Harris mengatakan para pemimpin dunia memiliki “kewajiban moral, etika dan sosial” untuk melindungi umat manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI). Ia mendorong disusunnya peta jalan global saat menghadiri konferensi tingkat tinggi AI di London. Para pengamat setuju dan mengatakan bahwa satu elemen yang harus tetap ada adalah pengawasan manusia.
Teknologi kecerdasan buatan (AI) memang keren. Orang-orang mengunggah banyak data ke dalam mesin yang bisa melakukan kalkulasi secara lebih cepat dan punya ingatan lebih tajam dari manusia itu. Ada yang untuk membuat karya seni, melacak perenang yang tenggelam, menyelamatkan nyawa melalui diagnosis medis yang lebih baik, hingga menciptakan bunyi-bunyian aneh.
Akan tetapi, seperti alat lain, pemanfaatan AI juga bergantung pada niat penggunanya. Ada yang menggunakan AI untuk menipu, memberikan informasi keliru hingga menyakiti orang lain.
Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden menandatangani sebuah perintah eksekutif untuk membuat standar baru, termasuk mewajibkan pengembang AI besar untuk melaporkan hasil uji keamanan mereka dan informasi penting lainnya kepada pemerintah AS.
Sementara di London, setelah menghadiri KTT Keamanan AI hari Rabu (1/11), Wakil Presiden AS Kamala Harris juga mengumumkan pendirian Institut Keamanan AI milik pemerintah AS, serta menerbitkan rancangan panduan kebijakan penggunaan AI oleh pemerintah dan deklarasi penerapannya secara bertanggung jawab di bidang militer.
“Untuk menghadirkan ketertiban dan stabilitas di tengah perubahan teknologi global, saya sangat yakin bahwa kita harus berpedoman pada seperangkat pemahaman bersama antarnegara. Itu sebabnya Amerika Serikat akan terus bekerja sama dengan para sekutu dan mitra kami untuk menerapkan aturan dan norma internasional yang ada terhadap AI, serta berupaya menciptakan aturan dan norma yang baru.”
Anggota Kongres AS mengadakan sidang dengar pendapat mengenai isu tersebut awal tahun ini, di mana para pemimpin industri seperti CEO OpenAI Sam Altman menyampaikan kekhawatirannya.
“Ketakutan terbesar saya adalah kami – bidang ini, teknologi ini, industri ini –menimbulkan bahaya yang besar terhadap dunia. Saya rasa hal itu bisa terjadi dengan berbagai cara,” tukasnya.
Di KTT London, pengusaha sekaligus miliarder Elon Musk yang sedang mengembangkan program AI generatifnya sendiri mengatakan bahwa ia memandang AI sebagai “salah satu ancaman terbesar” bagi masyarakat. Ia menyerukan adanya “wasit pihak ketiga.”
“Sampailah kita di sini, untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, dengan sesuatu yang akan jauh lebih cerdas dari diri kita. Tidak jelas bagi saya apakah kita benar-benar bisa mengendalikannya. Tapi saya rasa kita bisa bercita-cita membimbingnya ke arah yang dapat menguntungkan umat manusia. Tapi saya sungguh beranggapan bahwa ini adalah salah satu risiko eksistensial yang kita hadapi saat ini dan berpotensi menjadi risiko yang paling mendesak,” ujar Musk.
Para pengamat mengatakan, pejabat pemerintah dan industri teknologi tidak memerlukan solusi yang universal, melainkan penyelarasan nilai-nilai dan, yang terpenting, pengawasan manusia.
Jessica Brandt adalah direktur kebijakan Inisiatif AI dan Teknologi Berkembang di Brookings Institution, “Tidak apa-apa untuk menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda, dan kemudian, jika memungkinkan, berkoordinasi untuk memastikan bahwa nilai-nilai demokrasi mengakar dalam sistem yang mengatur teknologi secara global.”
Namun pada akhirnya, sifat manusia menjadi kekuatan sekaligus kelemahan AI, di mana – setidaknya sejauh ini – keberadaan AI tampak dibatasi oleh sifat manusia yang meluap-luap dan mampu melakukan kebaikan sekaligus kejahatan. (VOA)