KPK Harus Beri Sanksi Tegas terhadap Firli Bahuri sebagai Tersangka Kasus Pemerasan
pada tanggal
25 November 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Sahel Alhabsyi mengatakan saat ini kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sangat jatuh, jauh dari KPK saat di bawah kepemimpinan-kepemimpinan sebelumnya.
Saatnya kini, kata Sahel, lembaga anti rasuah itu berbenah diri. Upaya bersih-bersih KPK harus ditindaklanjuti Dewan Pengawas (Dewas) KPK dengan memproses cepat sanksi yang akan dijatuhkan kepada Firli. Tdak hanya menunggu surat pengunduran diri dari Firli.
Menurutnya sanksi tegas yang diberikan kepada ketua KPK itu bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK. Untuk itu, tambahnya, Dewas harus berani menjalankan tugas-tugasnya.
“Setelah Firli ditetapkan sebagai tersangka, apa respons KPK terhadap yang bersangkutan. Apakah akan memberhentikan, memecat atau bagaimana. Ini menurut saya krusial sebagai tanda-tanda yang bisa diterima publik bahwa KPK akan berbenah atau tidak setelah ini,” ujar Sahel.
Sahel mengakui rekam jejak Firli sejak menjadi deputi penindakan KPK hingga menjadi Ketua KPK memang bermasalah. Antara lain, Firli kerap bertemu dengan pihak yang sedang diperiksa KPK.
Bukan hanya Firli, pimpinan KPK yang bermasalah. Sebelumnya Pada Juli 2022, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri saat menjalani sidang dugaan pelanggaran etik terkait dugaan gratifikasi yang diterimanya dari sebuah perusahaan milik negara.
Hal ini, lanjutnya, harus dijadikan pelajaran buat pemerintah dan DPR terutama dalam proses seleksi calon pejabat penegak hukum dimana prosesnya harus dilakukan transparan.
Kondisi KPK yang semakin mundur, kata, Sahel karena tidak adanya kepemimpinan pemberantasan korupsi.
Untuk itu, Undang-Undang KPK harus direvisi kembali karena revisi yang dilakukan sangat melemahkan lembaga itu. KPK, menurut Sahel, harus kembali menjadi lembaga independen. Selain itu, pegawai KPK tidak boleh di masukan ke dalam aparatur sipil negara (ASN) karena akan mengurangi indenpendensi mereka.
“Ada banyak persoalan yang mengikuti pasca revisi UU KPK. Revisi kembali UU KPK meninjau kembali akibat-akibat yang sudah timbul akibat revisi tahun 2019 itu,”ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto. Dia berharap pimpinan KPK lainnya tidak melindungi Firli. Banyaknya pimpinan KPK periode ini yang bermasalah, kata Agus, sehingga harus ada proses seleksi baru yang diisi oleh pimpinan KPK yang berintegritas.
Dalam proses seleksi, panitia seleksi dan juga DPR harus lebih mau menerima masukan dari masyarakat terkait rekam jejak para calon pimpinan KPK. Pasalnya informasi soal rekam jejak tersebut tidak digunakan oleh mereka.
Tidak digunakan sebagai parameter untuk meloloskan orang-orang yang bermasalah.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menghormati proses hukum yang berlangsung di Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Namun, dia tidak menjelaskan langkah apa yang akan diambil lembaganya terhadap sang ketua.
Pasca ditetapkannya Firli sebagai tersangka, Kementerian Sekretariat Negara telah menyiapkan rancangan keputusan presiden (Keppres) untuk memberhentikan sementara Firli. Rancangan Keppres yang akan diajukan kepada Presiden Jokowi itu juga memuat pengangkatan Ketua KPK sementara. Rencananya Keppres itu akan ditandatangan setelah Jokowi tiba di Jakarta.
Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka perkara dugaan korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian dari 2020 hingga 2023.
Berdasarkan fakta-fakta penyidikan dari gelar perkara ditemukan bahwa telah terjadi beberapa kali pertemuan dan penyerahan uang. Terkait dengan hal tersebut, tim penyidikan gabungan dari Polda Metro Jaya dan Badan Reserse Kriminal Polri telah menyita data dan dokumen elektronik meliputi dokumen penukaran valuta asing dalam pecahan dollar Singapura dan Amerika Serikat dari beberapa gerai oenukaran uang asing dengan nilai total Rp7,47 miliar sejak Februari 2021 sampai dengan September 2023. (VOA)