Setwapres Gelar FGD Analisis Proyeksi Ekonomi 2024
pada tanggal
16 November 2023
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Di tengah tren pemulihan ekonomi global dan nasional pascapandemi Covid-19, perekonomian Indonesia pada 2024 disinyalir menghadapi sejumlah ketidakpastian. Hal ini salah satunya dipengaruhi faktor eksternal, seperti perang Israel-Palestina dan Rusia-Ukraina, serta ancaman perubahan iklim yang dapat mengganggu rantai pasok pangan.
Selain itu, inflasi dan kenaikan suku bunga, perlambatan ekonomi Tiongkok, Eropa, dan Amerika juga ditengarai akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi global. Di samping kondisi global tersebut, pada tingkat domestik, pelambatan ekspor, kenaikan suku bunga dalam negeri, pelemahan nilai tukar rupiah, dan Pemilu juga diprediksi menjadi tantangan makro perekonomian Indonesia pada 2024.
Oleh sebab itu, sebagai langkah antisipatif untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, sekaligus melihat perkembangan perekonomian terkini dan proyeksi perekonomian Indonesia 2024, Kedeputian Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing, Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Perkembangan Perekonomian Terkini dan Proyeksi Ekonomi Tahun 2024” di Hotel Ciputra, Jalan Letjen S. Parman No. 11, Grogol, Jakarta Barat, Rabu (15/11/2023).
Dihadirkan sebagai narasumber pada FGD ini, Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Andriansyah; Direktur Kebijakan Ekonomi, Ketenagakerjaan, dan Pengembangan Regional, Deputi Kebijakan Pembangunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yurike Patrecia Marpaung; Vice President Economist PT BNI Sekuritas Agnes HT Samosir; Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Dewi Puspita; serta Dosen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Brawijaya Munawar.
Dalam kesempatan pertama, Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Andriansyah, memaparkan strategi kebijakan Kemenko Perekonomian dalam mendukung penguatan ekonomi nasional. Salah satunya adalah terus mendorong kemudahan berusaha dan peningkatan investasi melalui implementasi UU Cipta Kerja dan reformasi perizinan berusaha berbasis risiko (OSS).
Strategi berikutnya, sebut Andriansyah, adalah penguatan daya beli masyarakat dan pengendalian inflasi melalui stabilisasi harga pangan dan pemberian bantuan sosial. Selain itu, penguatan daya saing dan nilai tambah industri juga akan terus dilakukan melalui revitalisasi sektor manufaktur “Making Indonesia 4.0”, hilirisasi komoditas SDA, dan penataan National Logistics Ecosystem (NLE).
“Kita juga ingin mendorong ekspor dan menjaga resiliensi sektor eksternal melalui diversifikasi pasar ekspor, penguatan daya saing komoditas ekspor, Local Currency Transaction (LCT), dan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam,” paparnya.
Selain itu, sambung Andriansyah, upaya pemberdayaan UMKM juga akan terus dilakukan dengan memberikan kemudahan perizinan, akses pembiayaan melalui KUR, UMi, Mekaar, dan LPDB, serta digitalisasi UMKM. Termasuk peningkatan produktivitas SDM yang ditekankan melalui Program Kartu Pra Kerja, program pendidikan dan pelatihan vokasi, dan percepatan literasi digital.
“Lalu kita juga akan terus melakukan pemerataan pembangunan dan konektivitas yang diwujudkan melalui penyelesaian pembangunan infrastruktur melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Pembangunan IKN. Termasuk, peningkatan kerja sama internasional yang dikejar melalui tindak lanjut Deliverables G20, Deliverables ASEAN, dan negosiasi IPEF,” urainya.
Selanjutnya, Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Dewi Puspita memaparkan berbagai inisiatif strategis kebijakan untuk penguatan harmonisasi kebijakan fiskal nasional. Salah satunya adalah peningkatan Local Taxing Power melalui Penerapan jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) baru dengan Simplifikasi Perda PDRD dan Penguatan sinergi pemungutan PDRD. Di samping juga peningkatan kualitas transfer ke daerah (TKD) melalui Sinergi TKD earmarked dengan belanja kementerian/lembaga untuk pencapaian prioritas nasional.
“Tahun 2024 merupakan tahun pertama implementasi mayoritas substansi UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) dan RPP turunannya, antara lain penerapan kebijakan PDRD dan pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional,” tuturnya.
Kemudian, sebut Dewi, penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah secara nasional juga terus diupayakan melalui Penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Regional, serta penyelerasan KEM PPKF dengan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS).
“Kemudian reformasi pengelolaan keuangan daerah melalui penerapan active cash management untuk mendorong percepatan realisasi belanja daerah, dan digitalisasi monitoring dan evaluasi juga perlu terus dilakukan,” tutupnya.
Sementara itu, dari saktor perbankan, Vice President Economist PT BNI Sekuritas Agnes HT Samosir memberikan rekomemdasi kunci untuk menghadapi berbagai tantangan yang menghadang perekonomian Indonesia ke depan. Pertama, ia mendorong agar pemerintah memilih dan memberikan insentif secara selektif untuk sektor manufaktur yang berorientasi ekspor. Kedua, peningkatan belanja fiskal untuk menciptakan lebih banyak multiplier dan berdampak pada konsumsi agar terus dilakukan.
“Dan juga melakukan hilirisasi yang lebih berwawasan sosial dan masyarakat yang dimulai dari nikel, aluminium, tembaga, yang nanti diharapkan masuk pada sektor-sektor yang mencakup dampak sosial yang lebih besar. Begitu juga likuiditas harus mencukupi untuk mengurangi volatilitas di pasar,” papar Agnes.
“Diversifikasi kerja sama perdagangan dengan negara-negara lain [harus dilakukan] supaya ketika terjadi suatu risiko tidak bertumpu terlalu besar kepada negara tersebut, demi meminimalisir dampak daripada sektor-sektor tersebut,” imbuhnya.
Selaras dengan Agnes, Deputi Kebijakan Pembangunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yurike Patrecia Marpaung juga memaparkan beberapa peluang ekonomi pada 2024, seperti Pemilu 2024 diperkirakan akan meningkatkan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) dan konsumsi pemerintah, dan kebijakan hilirisasi komoditas pertambangan akan meningkatkan nilai tambah sektor industri serta meningkatkan nilai ekspor.
“Adapun risiko yang perlu diantisipasi, meliputi investasi yang diperkirakan akan melambat akibat ketidakpastian politik. Kemudian juga perlambatan ekonomi global yang diperkirakan masih akan terjadi, terutama di negara-negara maju akibat kebijakan ekonomi yang ketat serta ancaman El Nino sehingga dapat memperlambat laju ekspor-impor,” ungkapnya.
Untuk itu, Yurike merekomendasikan beberapa lebijakan yang harus dilakukan pemerintah, yakni melanjutkan hilirisasi sektor pertambangan seperti komoditas nikel hingga menjadi barang konsumsi akhir seperti baterai. Kemudian pemerintah juga harus terus mendukung hilirisasi sektor perkebunan melalui komoditas potensial seperti kelapa, kakao, dan kopi di samping komoditas utama seperti kelapa sawit dan karet.
“Rekomendasi kebijakan selanjutnya adalah menjaga stabilitas harga domestik dalam pengendalian inflasi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi kebijakan 4K, yakni menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif,” tutupnya.
Sebagai penutup, Dosen Ilmu Ekonomi FEB Universitas Brawijaya Munawar dalam paparannya mengungkapkan optimismenya bahwa selama sistem politik ke depan masih sama, ekonomi Indonesia akan tetap baik. Hal ini berkaca dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan stabil selama 20 tahun terakhir akibat sistem politik yang cenderung stabil. Selain itu, Indonesia juga didukung pasar domestik yang luas dan kelas menengah yang berkembang pesat, bonus demografi, serta sumber daya alam yang melimpah dan adanya bonus demografi.
Namun demikian, Munawar mengingatkan bahwa Indonesia juga memiliki berbagai kelemahan yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi ke depan, termasuk lemahnya infrastruktur yang harus terus diatasi.
“Di Indonesia ini nampaknya ketimpangan antarwilayah itu sulit untuk diatasi karena konektivitasnya susah dan ini masih akan menjadi persoalan ke depan,” ujarnya.
Kelemahan lain, sambung Munawar adalah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, serta ketimpangan antarkelompok masyarakat dan antarwilayah yang juga masih tinggi.
“Berikutnya yang agak mengkhawatirkan juga adalah persoalan korupsi dan biaya proses politik yang tinggi,” tandasnya.
Disampaikan oleh Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing Setwapres Guntur Iman Nefianto bahwa hasil FGD ini akan menjadi policy briefs bagi Wakil Presiden guna mengawal berbagai kebijakan ekonomi Indonesia ke depan.
“Mengapa Setwapres mengadakan FGD ini ada tiga hal. Yang pertama, kami ingin mengupdate data informasi perkembangan ekonomi. Yang kedua, kami memiliki pasukan (ekonom) muda yang pisau analisisnya harus terus diasah agar semakin tajam. Yang ketiga, nanti hasil dari FGD ini akan buatkan policy briefs untuk Bapak Wakil Presiden sebagai bahan beliau dalam mengambil keputusan,” ungkapnya.
Hadir pada FGD ini, di antaranya Asisten Deputi Ekonomi dan Keuangan Setwapres Ahmad Lutfie; Asisten Deputi Industri, Perdagangan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Setwapres Abdul Muis; Asisten Deputi Infrastruktur, Ketahanan Pangan, dan Sumber Daya Alam Setwapres Celvya Betty Manurung; Kepala Biro Tata Usaha, Teknologi Informasi, dan Kepegawaian Yayat Hidayat; Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Purwono Prihantoro Budi Trisnanto, para pejabat dan pegawai di lingkungan Setwapres, serta perwakilan kementerian/lembaga terkait. (Setwapres)